TEMPO.CO, Jakarta - Huawei menawarkan bonus senilai 2 miliar yuan atau sekitar Rp 4 triliun, untuk didistribusikan di antara karyawan yang telah berkontribusi membantu meminimalkan dampak larangan pembelian teknologi AS.
Dikutip dari South China Morning Post, 12 November 2019, mereka yang akan mendapat bonus belum diidentifikasi, dan diyakini adalah orang-orang dalam peran penelitian dan pengembangan, terutama di divisi pengambangan chip Huawei HiSilicon sebagai alternatif untuk komponen AS. Mereka yang mengembangkan sistem operasi internal perusahaan, kemungkinan besar juga akan mendapat bonus, menurut karyawan Huawei yang mengetahui informasi ini.
Selain bonus 2 miliar yuan, setiap karyawan Huawei akan menerima gaji dua kali lipat bulan ini sebagai apresiasi atas upaya untuk membantu perusahaan melewati masa-masa sulit, kata sumber.
Huawei menolak mengomentari skema bonus ini.
Huawei, yang mempekerjakan 190.000 orang dan merupakan vendor peralatan telekomunikasi terbesar di dunia, akan menyetor gaji ganda tersebut ke rekening bank karyawan pada 15 November.
Pada Ahad, Huawei yang berbasis di Shenzhen menandai 180 hari sejak dimasukkan ke dalam daftar hitam perdagangan AS karena masalah keamanan nasional AS, yang mendorong upaya luas perusahaan untuk menstabilkan operasi yang terputus dari teknologi AS tertentu, termasuk Google Android OS.
Setelah larangan itu diberlakukan pada pertengahan Mei, presiden HiSilicon Teresa He Tingbo mengatakan dalam sebuah surat kepada karyawan, bahwa anak perusahaan chip Huawei selama bertahun-tahun telah mencurahkan sumber daya yang signifikan untuk rencana cadangan, yang akan memastikan kelangsungan hidup perusahaan jika terputus dari Teknologi AS.
Huawei bulan lalu melaporkan pendapatan 610,8 miliar yuan atau Rp 1.226 triliun untuk sembilan bulan yang berakhir pada 30 September, dengan mengatakan telah memperoleh lebih dari 60 kontrak pasokan jaringan 5G komersial. Pendiri dan CEO Huawei Ren Zhengfei sebelumnya mengindikasikan perusahaan berada di jalur untuk melampaui penjualan US$ 100 miliar (Rp 1.406 triliun) tahun ini, angka yang hampir sama seperti tahun lalu, meskipun ada dampak larangan tersebut.