TEMPO.CO, Jakarta - Evo Morales atau yang bernama lengkap Juan Evo Morales Ayma pada Minggu, 10 November 2019, harus melepaskan jabatan sebagai Presiden Bolivia setelah 13 tahun berkuasa atau persisnya pada 2006. Morales mencetak sejarah sebagai penduduk pribumi Aymara pertama yang terpilih menjadi orang nomor satu di Bolivia, namun kemundurannya pun bakal tercatat dalam sejarah yang dilakukan setelah gelombang protes dan permintaan dari militer negara itu.
Dikutip dari britannica.com, Senin, 11 November 2019, Morales lahir di sebuah desa pertambangan, Oruro, wilayah barat Bolivia. Setelah lulus SMA dan tuntas mengikuti wajib militer, Morales beremigrasi dengan keluarganya ke Kawasan Chapare di timur Bolivia atau tempat keluarganya kemudian bercocok tanam, termasuk koka.
Bintangnya di dunia politik mulai bersinar ketika pada 1980-an dia mulai aktif di serikat penanam koka, yakni sejenis tumbuhan berisi alkaloid kokain yang digunakan untuk obat. Pada 1985, Morales terpilih sebagai sekjen serikat buruh tersebut dan tiga tahun kemudian dia naik jabatan menjadi sekertaris eksekutif serikat penanam koka.
Pada pertengahan 1990-an, Bolivia mendapat tekanan dari Amerika Serikat untuk mengurangi produksi koka. Dari kejadian ini, peran Morales disorot. Dia membantu pendanaan sebuah partai politik nasional gerakan sayap kiri, yakni Gerakan terhadap Sosialis. Dia juga saat yang sama mengabdi sebagai ketua federasi penanam koka.
Karir politik Morales terbilang amat lancar. Pada 1997, dia memenangkan kursi di parlemen pada 1997 dan maju sebagai kandidat Presiden Bolivia pada 2002. Namun ketika itu, Morales kalah tipis dari lawannya Gonzalo de Lozada. Setahun kemudian, de Lozada mengundurkan diri dan pemerintahan dilanjutkan oleh penerusnya.
Kegagalan dalam pemilu 2002, tak membuat Morales kapok. Dia maju lagi dalam pemilu 2005. Kali ini dia mendapatkan 54 persen suara. Kemenangan ini menobatkannya sebagai presiden dari suku india pertama di Bolivia dan Presiden Bolivia pertama yang memenangkan dengan suara mayoritas nasional.
Dalam pengambilan sumpah jabatan, Morales berjanji mengurangi kemiskinan di kalangan populasi suku India, melonggarkan larangan yang dialami para petani koka, renasionalisasi sektor energi, memerangi korupsi dan menaikkan pajak bagi kalangan borjuis.
Morales juga menjadi sosok yang mendukung agar konstitusi Bolivia ditinjau ulang demi meningkatkan hak-hak kaum pribumi Bolivia. Diantara aturan yang diperbaharui adalah masa jabatan Presiden Bolivia hanya dua periode.
Aturan soal durasi jabatan presiden ini tak disangka menjadi senjata makan tuan bagi karir politik Morales. Dia digulingkan setelah berkuasa 13 tahun lewat gelombang unjuk rasa yang berlangsung berminggu-minggu menyusul dugaan adanya pelanggaran pada pemilu Oktober 2019. Puncaknya, saat Angkatan Bersenjata Bolivia meminta Morales mengundurkan diri demi kebaikan negara.