TEMPO.CO, Jakarta - Jutaan masyarakat Chile pada Jumat sore, 25 Oktober 2019, turun memenuhi jalan ibu kota Santiago melakukan aksi protes. Unjuk rasa pada hari itu yang terbesar sejak demonstrasi pertama meletup pada 6 Oktober 2019 menyoroti kesenjangan sosial yang mencolok di Chile.
Dikutip dari reuters.com, dalam unjuk rasa Jumat itu demonstran melambai-lambaikan bendera Chile, menari, menabuhkan bunyi-bunyian, membawa spanduk protes yang mendesak perubahan politik dan sosial. Para demonstran berjalan berkilo-kilometer dari penjuru kota Santiago menuju Plaza Italia.
Unjuk rasa ini membuat lalu linta di kota Santiago semrawut. Sopir taksi dan truk memprotes karena kerumunan massa telah menutup banyak jalan utama dan transportasi umum tutup lebih awal gara-gara unjuk rasa.
Untungnya, unjuk rasa besar-besaran itu berjalan damai. Sekitar pukul 23.00 pada demonstran mulai pulang menyusul pemberlakuan jam malam.
Gubernur Santiago, Karla Rubilar, mengatakan pada Jumat,25 Oktober 2019, jutaan orang melakukan aksi jalan di Ibu Kota Chile atau lebih dari lima persen dari total populasi. Unjuk rasa juga terjadi di sejumlah kota besar lainnya di Chile.
"Hari ini adalah hari bersejarah. Kota metropolitan menjadi tuan rumah aksi jalan yang damai bagi hampir satu juta orang, yang mewakili sebuah mimpi baru bagi Chile," kata Rubilar.
Demonstrasi di Chile dipicu oleh kenaikan harga transportasi umum. Unjuk rasa yang meletup pertama kali pada 6 Oktober lalu sering berujung ricuh, pembakaran, penjarahan yang menewaskan setidaknya 17 orang, melukai ratusan orang dan lebih dari 7 ribu orang ditahan. Aksi protes ini juga menyebabkan kerugian lebih dari US$ 1,4 miliar yang dialami oleh para pelaku usaha Chile.