TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, Jonathan Austin, menyadari angka bunuh diri di negaranya terus naik. Beberapa faktor pemicunya adalah kemiskinan dan dampak sosial.
"Kami sedang menangani bagaimana membangun kesehatan mental yang lebih baik," kata Duta Besar Austin, saat berkunjung ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta, 9 Oktober 2019.
Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, Jonathan Austin. TEMPO/Fardi Bestari
Sebelumnya situs newshub.co.nz menulis populasi masyarakat Selandia Baru dari etnis Asia meningkat, namun saat yang sama muncul pula seruan perhatian bagi kesehatan mental mereka.
Sebuah laporan yang dipublikasi pada Rabu, 9 Oktober 2019 oleh Komite Evaluasi Moralitas Bunuh Diri mengungkap tingkat bunuh diri masyarakat Asia di Selandia Baru meningkat.
"Angka bunuh diri orang-orang Asia telah berfluktuasi, namun cenderung meningkat. Dengan naiknya pertumbuhan populasi masyarakat Asia, kami khawatir angka bunuh diri pun akan meningkat," kata Rob Kydd, Kepala Komite Evaluasi Moralitas Bunuh Diri.
Laporan itu menulis, angka bunuh diri orang Asia di Selandia Baru naik dari 5,93 persen per 100 ribu pada 2007 - 2008 naik menjadi 8,69 persen pada 2017 - 2018 dan 7,63 persen pada 2018 - 2019.
Kydd mengatakan banyak kasus bunuh diri sebetulnya bisa dicegah dan bisa dihindari jika lebih banyak bantuan yang tersedia. Gangguan mental dan bunuh diri yang mempengaruhi populasi masyarakat Asia di Selandia Baru telah menjadi masalah yang tersembunyi. Masalah mental dan bunuh diri dianggap hal yang memalukan dan stigmatisasi sehingga menciptakan hambatan dalam upaya mencari pertolongan.
Laporan Komite Evaluasi Moralitas Bunuh Diri menyebut, rasisme telah menjadi salah satu faktor pemicu bunuh diri. Untuk itu Kydd menghimbau agar segera dilakukan penanganan rasisme dalam berbagai bentuk, termasuk isolasi dan pembatasan, yang akan berdampak besar pada penurunan angka bunuh diri.