TEMPO.CO, Quito – Presiden Ekuador, Lenin Moreno, memerintahkan penerapan jam malam di sekitar gedung pemerintah mulai Selasa, 8 Oktober 2019 pasca terjadinya kerusuhan memprotes pengetatan kebijakan ekonomi.
Ini berlaku dari pukul delapan malam hingga lima pagi. Kerusuhan yang terjadi selama enam hari terakhir ini telah memaksa pemerintah untuk meninggalkan ibu kota Quito. Polisi telah menahan ratusan orang yang pasca demonstrasi itu.
“Dalam situasi seperti ini, saya tidak tahu mengapa saya harus mundur jika saya membuat keputusan yang benar,” kata Moreno seperti dilansir Reuters pada Selasa, 8 Oktober 2019.
Moreno, yang baru berkuasa sekitar 2.5 tahun, menolak untuk menerapkan kembali subsidi bahan bakar minyak, yang menjadi tuntutan massa.
Moreno menghilangkan subsidi BBM sebagai bagian dari program reformasi ekonomi terkait kesepakatan dengan IMF untuk mendapat dana pinjaman US$4.2 miliar atau sekitar Rp60 triliun.
Ribuan penduduk asli Ekuador turun ke jalan memprotes kebijakan pengetatan ekonomi oleh pemerintah. Ini adalah taktik memenuhi ibu kota dengan ribuan pemrotes, yang telah berhasil menjatuhkan pemerintahan sebelumnya.
Sejumlah demonstran juga memasuki Gedung National Assembly pada Selasa dan mengibarkan bendera, mengepalkan tangan dan meneriakkan ‘Kami adalah rakyat’.
Sejumlah lokasi di Quito dipenuhi demonstran yang mengenakan masker penutup wajah dan tongkat pemukul serta melempar batu. Mereka bentrok dengan pasukan keamanan, yang menembaki demonstran dengan gas air mata.
Otoritas setempat mengatakan bentrokan ini menimbulkan luka 19 orang warga sipil dan 43 petugas polisi.
Moreno menyatakan Ekuador dalam keadaan darurat dan memindahkan kegiatan kabinet ke kota tepi pantai yaitu Guayaquil, yang tidak mengalami gangguan keamanan.