TEMPO.CO, Hong Kong – Menteri Keuangan Hong Kong, Pau Chan, mengatakan perbankan masih beroperasi dengan baik meskipun ada kabar pelarian dana ke luar negeri.
Dia juga menyebut pasar keuangan juga masih berfungsi. Ini terkait kabar adanya pelarian dana deposito sebanyak sekitar US$4 miliar atau sekitar Rp57 triliun dari Hong Kong ke Singapura seperti dilansir riset Goldman Sachs pada pekan ini.
Pelarian dana ini terjadi sejak Juni – Agustus 2019, yang waktunya bersamaan dengan mulai merebaknya demonstrasi pro-Demokrasi di Hong Kong.
“Hong Kong tidak akan menerapkan kontrol valuta asing. Dolar Hong Kong bisa digunakan secara bebas dan uang bisa masuk dan keluar secara bebas. Ini dijamin oleh UU Dasar,” kata Chan seperti dilansir Channel News Asia pada Ahad, 6 Oktober 2019.
Demonstrasi besar terjadi di wilayah semi-otonomi Cina ini sejak Juni 2019. Warga turun ke jalan menolak pengesahan legislasi ekstradisi, yang membuat mereka bisa diekstradisi ke Cina jika dianggap melanggar hukum di sana.
Meski legislasi ini akhirnya ditarik dari pembahasan di parlemen, seperti dilansir Reuters, warga Hong Kong masih berunjuk rasa. Mereka mendesak penerapan sistem demokrasi agar bisa memilih pemimpinnya sendiri.
Saat ini, posisi kepala eksekutif diisi pejabat yang ditunjuk oleh Beijing.
Belakangan ini aksi unjuk rasa mulai menyasar toko dan perusahaan milik pebisnis Cina. Ini terjadi, misalnya, saat demonstran mencoba merusak mesin ATM milik cabang Bank of China. Namun, mereka tidak merusak ATM milik Standard Chartered.
Komentar Chan ini juga muncul setelah Otoritas Moneter Hong Kong mengatakan sekitar 5 persen dari total ATM tidak bisa digunakan untuk menarik dana tunai karena berbagai alasan.
Asosiasi Bank Hong Kong mengecam perusakan ATM oleh sejumlah demonstran karena dinilai merugikan masyarakat.
Sejak pengumuman UU Darurat pada Jumat, 4 Oktober 2019, banyak toko, supermarket dan pusat perbelanjaan tutup. Pemerintah juga menghentikan layanan kereta api dan bus, karena kerap menjadi sasaran kemarahan sejumlah demonstran rusuh.
Sejumlah merek global seperti Prada dan Cartier mengalami kerugian karena kerusuhan dalam demonstrasi membuat turis enggan berkunjung. Ini membuat penjualan toko ritel turun sekitar 23 persen pada Agustus 2019, yang merupakan penurunan terbesar.
Banyak restoran dan pengusaha kecil juga menutup toko berulang kali karena protes massa berakhir rusuh. Ini mendorong perekonomian Hong Kong ke tepi resesi pertama dalam sepuluh tahun terakhir.