TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Kamis, 12 September 2019, mengklarifikasi kalau dia tidak berbohong kepada Ratu Elizabeth II terkait alasan membekukan parlemen Inggris. Penjelasan itu disampaikan setelah pengadilan memutus tindakan Johnson tersebut melanggar hukum dan muncul seruan dari anggota parlemen oposisi untuk mendiskusikan Brexit.
"Tentu saja tidak," kata Johnson, menjawab pertanyaan seorang wartawan apakah dia telah membohongi Ratu Elizabeth.
Menurut Johnson, sesi parlemen Inggris saat ini lebih lama dari era perang sipil pada abad ke-17. Anggota parlemen Inggris sekarang bahkan akan memiliki lebih banyak waktu untuk kembali mendiskusikan Brexit setelah pertemuan dengan Uni Eropa pada 17 dan 18 Oktober 2019.
Dia menegaskan, parlemen dibekukan untuk memberikan waktu kepada pemerintah Inggris untuk memaparkan program legislatifnya.
Dikutip dari reuters.com, Jumat, 13 September 2019, Inggris saat ini memiliki waktu kurang dari 50 hari untuk meninggalkan Uni Eropa. Namun pemerintah Inggris dan anggota parlemen masih terkunci dalam konflik soal masa depan Brexit dengan kemungkinan Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepkatan atau referendum baru.
Menurut sebuah dokumen yang dipublikasi oleh pemerintah Inggris pada Rabu, 12 September 2019, skenario terburuk keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan atau no-deal Brexit yakni munculnya gangguan suplai obat-obatan dan makanan segar karena diproyeksikan akan muncul unjuk rasa di penjuru Inggris.
Sejak Perdana Menteri Johnson mengambil alih kepemimpinan pada Juli 2019, krisis Brexit telah membuat banyak orang marah, membuat para investor dan sekutu-sekutu Inggris kebingungan setelah sebelumnya Inggris adalah negara dengan sistem politik yang stabil.