TEMPO.CO, Shanghai – Mata uang yuan Cina mengalami pelemahan terendah selama sebelas tahun terakhir pada Senin, 26 Agustus 2019.
Ini terjadi di tengah eskalasi perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat.
Yuan tercatat melemah di pasar uang Cina ke kisaran 7.1425 per dolar. Pelemahan ini menyusul perang pernyataan kenaikan tarif impor antara pemerintah AS dan Cina.
Beberapa hari sebelumnya, Trump sempat mengumumkan kenaikan tarif tambahan untuk impor senilai US$550 miliar atau sekitar Rp7.800 triliun.
Ini sebagai balasan atas pengumuman pemerintah Cina yang ingin menaikkan tarif impor untuk sekitar US$75 billion atau sekitar Rp1 triliun.
“Kedua pihak buka sarung tangan dan depresiasi yuan ini untuk mengimbangi kenaikan tarif impor oleh AS,” kata Mitul Kotecha, seorang ekonom senior untuk pasar emerging market dari Toronto-Dominion Bank seperti dikutip Channel News Asia pada Senin, 26 Agustus 2019.
Yuan adalah mata uang yang dikontrol penuh pemerintah Cina. Mata uang ini hanya boleh mengalami apresiasi dan depresiasi sebanyak dua persen per hari.
“Sepanjang Cina dapat memastikan pelemahan yuan terkontrol dengan baik, maka pelemahan itu tidak akan memprovokasi keluarnya arus uang dalam jumlah besar. Bakal ada penurunan lagi ke depannya,” kata Mitul.
Yuan melampaui angka psikologis 7 pada awal Agustus. Ini terjadi beberapa hari setelah AS mengumumkan rencana menerapkan tarif impor baru untuk barang dari Cina, yang akan diberlakukan pada 1 September.
Washington merespon pelemahan yuan yang melampaui 7 yuan per dolar dengan melabeli Cina sebagai manipulator mata uang.
Namun, hubungan AS dan Cina kembali membaik pada Senin kemarin setelah kedua pihak saling berbicara untuk menggelar negosiasi dagang kembali.
Presiden AS, Donald Trump, mengatakan Cina ingin meredakan ketegangan dan dia menyambut baik tawaran ini.