TEMPO.CO, Manchester – Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengatakan Uni Eropa harus menghapus kesepakatan praktek dagang terkait Irlandia, yang menurutnya tidak demokratis, terkait Brexit.
Kesepakatan dagang ini mengatur soal Irish backstop, yaitu jaminan untuk mencegah kembalinya kontrol perbatasan di daratan sepanjang sekitar 500 kilometer antara Irlandia dan Irlandia Utara, yang merupakan salah satu provinsi di Inggris. Kontrol ini berakhir pada 1998 dengan kesepakatan Good Friday atau Jumat Baik.
“Jika kita hilangkan soal ini secara keseluruhan, kita akan membuat banyak kemajuan,” kata Boris Johnson, yang menyebut klausul soal backstop ini merupakan satu-satunya poin yang ingin diubah dari kesepakatan Withdrawal Agreement seperti dilansir Reuters pada Sabtu, 27 Juli 2019.
Boris Johnson mulai bertugas sebagai Perdana Menteri Inggris pada Rabu pekan ini. Dia menggantikan Theresa May, yang meneken kesepakatan Withdrawal Agreement dengan Uni Eropa pada November 2018.
Poin “Irish backstop” ini diprotes sejumlah politikus Inggris, yang tidak ingin negaranya masih terikat dengan aturan Uni Eropa pasca Brexit atau berpisahnya Inggris dari UE pada Oktober 2019.
Mereka termasuk Johnson ingin Inggris bisa mengatur sepenuhnya kesepakatan dagang dengan negara lain dan tidak diawasi oleh hakim-hakim di UE.
Para pemimpin UE bersedia berbicara dengan Inggris mengenai proses Brexit tapi tidak mau membuka kembali negosiasi tentang Withdrawal Agreement itu. Mereka juga berpikir Boris Johnson tidak akan bertahan lama karena Inggris bakal menggelar pemilu yang dipercepat.
Soal ini, Johnson mengatakan dia tidak menginginkan no-deal Brexit atau perpisahan dengan UE tanpa adanya kesepakatan dagang.
“Tapi kita telah diberitahu selama ini bahwa kesepakatan itu tidak bisa diubah. Saya ragukan itu,” kata Johnson.
Jika Inggris keluar dari UE tanpa adanya kesepakatan mengenai mekanisme dagang antara kedua pihak maka ini bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi kedua pihak.
Ini membuat investor merasa khawatir mengenai kepastian berbisnis di Inggris dan UE.
Mengenai Irish backstop ini, Perdana Menteri Irlandia, Leo Varadkar, mengatakan jika Inggris keluar dari UE pada 31 Oktober 2019 tanpa ada kesepakatan apapun maka isu reunifikasi dengan Irlandia Utara bakal muncul.
Menurut PM Inggris, klausul mengenai Irish bacstop ini justru membuat Inggris menjadi terbelah dan tidak demokratis. “Kita harus mengeluarkan kesepakatan ini baru bisa membuat kemajuan,” kata dia.