TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah mengatakan kepentingan militer Cina muncul dalam proyek Belt and Road Initiative.
“Ini karena keberlangsungan ekspor, impor, investasi, dan kelancaran lalu lalangnya energi dari Cina ke seluruh dunia dan juga sebaliknya, membutuhkan sebuah jaminan keamanan, yang terjamin secara terus menerus,” kata Rezasyah kepada Tempo lewat aplikasi Whats App pada Kamis, 25 Juli 2019.
Rezasyah mengatakan ini menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak Cina bakal menggunakan proyek BRI dalam pembangunan berbagai proyek infrastruktur di berbagai negara untuk menyebarkan pengaruh politik dan militernya.
Baru-baru ini, misalnya, muncul dugaan Cina mendekati Kamboja, yang merupakan salah satu negara yang ikut proyek BRI, untuk mengelola Pangkalan Angkatan Laut Ream Naval Base untuk kepentingan militer Cina.
PM Kamboja, Hun Sen, menanggapi ini dan mengatakan informasi itu sebagai hal keliru dan merugikan negaranya.
SCMP melansir Cina memang telah memiliki satu pangkalan militer angkatan laut di Afrika yaitu di Djibouti, yang juga menjadi negara peserta program BRI.
Menurut Rezasyah, Cina mendesain secara global inisiatif BRI selain sebagai sebuah proyek ekonomi global lewat pembangunan infrastruktur tapi juga sebagai,”Sebuah desain kepemimpinan global.”
Menurut dia, Cina menafsirkan program BRI ini sebagai sebuah kebijakan jangka panjang,”Untuk memimpin dunia lewat penguasaan wilayah dan menciptakan ketergantungan ekonomi dan politik yang dilakukan secara bertahap lewat mekanisme pembangunan infrastruktur.”
Menurut pengajar dari Universitas Padjajaran ini, pemerintah Cina telah mencapai tingkat optimal di bidang integrasi nasional, stabilitas politik, kemajuan ekonomi dan kepemimpinan diplomasi.