TEMPO.CO, Xinjiang - Seorang pekerja vokasi etnis Kazakh melarikan diri dari Cina karena mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan saat bekerja di sana.
Sairagul Sauytbai, 42 tahun, mengatakan dia sempat memasuki penahanan di kamp indoktrinasi di Xinjiang, Cina sebelum melarikan diri ke Kazakhstan.
“Setelah saya tiba di Kazakhstan dan telah menyaksikan semuanya, saya ingin memberi tahu dunia mengenai ini,” kata Sauytbai kepada Reuters pada Jumat, 19 Juli 2019.
Menurut Sauytbai, dia bertemu dengan para tahanan karena diminta mengajar bahasa Cina. “Saya kenal banyak dari mereka. Mereka orang-orang biasa yang bekerja sebagai pengembala hingga penulis dan aktivis sosial.
Mereka orang-orang yang tidak melakukan tindakan kejahatan,” kata dia, yang sempat bekerja sebagai guru taman kanak-kanak.
Saat di dalam kamp tahanan, dia dipaksa untuk mengajarkan bahasa dan budaya Cina serta doktrin Partai Komunis Cina kepada para penghuni kamp indoktrinasim yang banyak merupakan warga Uighur.
Kementerian Cina mengatakan,”Pusat pelatihan itu mengikuti dengan ketat prinsip konstitusi dan legal serta persyaratan untuk menghormati Hak Asasi Manusia. Dan memastikan para peserta latihan dan harga dirinya tidak dilangar.”
Sauytbai mengatakan dia sempat mencoba mendapatkan perlindungan di Kazakhstan namun dipersulit oleh aparat keamanan setempat. “Petugas keamanan di Kazakhstan dan bekas pengacara menyuruh saya agar tutup mulut,” kata dia.
Ibu dua anak ini mengaku dilarang mengkritik kamp indoktrinasi Cina karena bisa mendapat masalah di pengadilan.
Aljazeera melansir 22 negara Barat seperti Eropa, Jepang, Korea Selatan dan Australia mengirim surat kepada Dewan HAM PBB agar Cina segera menutup kamp-kamp indoktrinasi terhadap warga Muslim Uighur di Xinjiang, Cina.