TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen pada Rabu, 10 Juli 2019, diajukan untuk menjadi Presiden Komisi Eropa lima tahun ke depan, menggantikan Jean-Claude Juncker yang telah habis masa jabatannya.
Dikutip dari reuters.com, Kamis, 11 Juli 2019, von der Leyen kemungkinan masih akan memenangkan dukungan penuh dari parlemen Uni Eropa pekan depan. Namun Partai Hijau menolak von der Leyen sehingga dia harus menggantungkan harapannya pada kelompok nasionalis di Eropa timur yang menyukainya karena bisa bersikap tegas kepada Rusia.
“Von der Leyen mengelak dari semua jawaban … kami tidak tahu siapa dia. Apa yang akan dia lakukan secara nyata masih tidak jelas,” kata Bas Eickhout, anggota parlemen Uni Eropa dari Partai Hijau.
Baca juga: Uni Eropa Siapkan Skenario Jika Brexit Tidak Berjalan Mulus
Ursula von der Leyen, Menteri Pertahanan Jerman yang dinominasikan menjadi Presiden Komisi Eropa. sumber: CDU/CSU-Bundestagsfraktion
Baca juga: Uni Eropa Sebut Perang Dagang Membuat Ekonomi Global Lambat
Presiden Komisi Eropa adalah sebuah jabatan berkuasa di Uni Eropa yang mengendalikan negosiasi perdagangan luar negeri dan menerbitkan kebijakan luar negeri bagi 500 juta jiwa populasi Eropa. Pemilu Presiden Komisi Eropa akan dilakukan pada 2 Juli 2019 oleh pejabat tinggi Uni Eropa. Jika terpilih, maka von der Leyen akan menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan ini.
Saat ini, von der Leyen membutuhkan dukungan 376 suara anggota parlemen dari total 751 kursi.
Uni Eropa menghadapi masa-masa sulit pada 2009 – 2012 karena sejumlah anggotanya mengalami krisis ekonomi. Kondisi ini diperparah dengan keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa serta naiknya partai-partai sayap kanan dan kiri yang pesimis pada Uni Eropa. Walhasil, Uni Eropa saat ini membutuhkan Presiden Komisi Eropa yang kuat demi menaikkan peruntungan lembaga terbesar di benua biru itu.
Dalam penampilan publik pertamanya setelah dicalonkan menjadi Presiden Komisi Eropa, von der Leyen mengatakan Uni Eropa harus bersatu karena lembaga ini bersaing dengan Cina yang semakin naik, pemerintahan Amerika Serikat yang tak bisa diprediksi dan Rusia yang tegas. Dia menekankan, Uni Eropa memiliki prinsip yang menjadi dasar lembaga itu, yakni menghormati aturan hukum dan saat ini penting untuk mendongkrak sifat kompetitif ekonomi Uni Eropa.