TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia masih terlibat dalam membantu investigasi bom yang meledak di gereja katedral di Jolo, Sulu, Filipina.
Baca:
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan proses investigasi ini melibatkan polisi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Kedutaan Besar Republik Indonesia.
“Sampai saat ini belum diketahui pelakunya,” kata Arrmanatha saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 9 Februari 2019.
Arrmanatha mengatakan ini terkait adanya pernyataan dari pejabat pemerintah Filipina soal pelaku pengeboman Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo pada 27 Januari 2019.
Baca:
Bom itu menewaskan 23 orang jamaah dan aparat Filipina serta melukai sekitar 100 orang lainnya.
Menteri Dalam negeri Filipina Eduardo Ano mengatakan pelaku pengeboman adalah sepasang suami istri asal Indonesia, yang dibantu kelompok milisi Abu Sayyaf di Jolo.
Polisi Filipina lalu menangkap lima orang yang diduga terlibat dalam pengeboman itu dengan pemimpinnya bernama Alias Kamah. Kamah memiliki nama lengkap Kammah Pae dan disebut sebagai saudara pemimpin Abu Sayyaf yaitu Surakah Ingog, yang telah meninggal pada Agustus 2018.
Baca:
Senator Leila De Lima (kiri) dan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. ABS - CBN
Sementara empat pelaku lainnya yang telah diidentifikasi adalah Albaji Kisae Gadjali alias Awag, Rajan Bakil Gadjali alias Radjan, Kaisar Bakil Gadjali alias Isal, dan Salit Alih alias Papong.
Polisi mengatakan kelima tersangka ini menyerah setelah militer Filipina melakukan serangan besar-besaran terhadap basis Abu Sayyaf di Jolo atas perintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Baca:
Meski polisi sudah menjelaskan temuannya ini, media ABS - CBN melansir Senator Filipina Leila de Lima meminta pemerintah membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap tuntas kasus pengeboman itu. De Lima, yang dikenal sebagai pengritik keras Presiden Duterte mengatakan ada kekhawatiran sebagian kalangan di Jolo mengenai siapa sebenarnya pelaku pengeboman itu.