TEMPO.CO, Jakarta - Rushan Abbas, aktivis Muslim Uighur, sudah hampir 18 tahun tak pulang kampung ke Cina. Dia terakhir kali mengunjungi kota Xinjiang pada 2005 bersama dua anaknya ketika menghadiri upacara pemakaman ibu mertuanya.
"Saya tak pernah kembali lagi ke sana semenjak itu," kata Abbas, Selasa, 5 Februari 2019.
Baca Juga:
Abbas sejak 1995 telah mengganti kewarganegaraan menjadi Amerika Serikat. Dia mengaku masih takut untuk pulang ke Cina karena pemerintahan Partai Komunis Cina dinilainya tak menaruh hormat pada hukum internasional dan martabat manusia.
Baca: Kata MUI soal Dugaan Pelanggaran HAM Muslim Uighur
"Apa yang terjadi hari ini pada etnis Uyghur, bukan hanya tentang pelanggaran HAM yang sistematis. Akan tetapi ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban. Ini tentang integritas, nilai-nilai dan kedaulatan," kata Abbas kepada Tempo.
Tindak kekerasan yang dialami etnis Muslim Uighur di Xinjiang, Cina adalah bencana yang mengerikan yang seharusnya tidak terjadi di abad ke-21 ini.
Baca: Dugaan Pelanggaran HAM Etnis Uighurs, Cina Siap Melawan Sanksi
Abbas menceritakan sekarang ini tidak ada praktik agama Islam di Xinjiang. Segala jenis pendidikan dasar agama diperlakukan sebagai "ekstremisme" karena Beijing memperlakukan agama sebagai penyakit mental. Namun, Islam dan agama apa pun adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Dengan begitu, meski tidak ada praktik agama Islam di Xinjiang, tetapi Islam akan tetap hidup di hati para pemeluknya.
Sebelumnya pada November 2018, Beijing mengatakan tidak akan tinggal diam jika Amerika Serikat menjatuhkan sanksi yang menyasar pejabat tinggi Negara Tirai Bambu itu terkait tuduhan pelanggaran HAM di wilayah Xinjiang. Duta Besar Cina untuk Amerika Serikat, Cui Tiankai, mengatakan segala kebijakan Beijing di Xinjiang ditujukan untuk mengedukasi para terduga teroris.
Cui mengatakan tindakan Beijing di Xinjiang adalah upaya memberantas terorisme internasional yang menggunakan sebuah propaganda. Ini sama hal dengan Amerika Serikat memberantas kelompok Islamic State atau ISIS di Irak dan Suriah.
Beijing menghadapi kritikan dari sejumlah aktivis, akademisi dan pemerintah asing serta para ahli di PBB terkait penahanan massal pada penduduk etnis Uighur di Xinjiang. Uighur adalah kelompok minoritas di Cina dan sebagian besar beragama Islam.