TEMPO.CO, Jakarta - Gehad al-Rawy, gembira saat keluar dari ruang persidangan di sebuah pengadilan di Mesir pada September tahun lalu. Kegembiraannya itu karena dia baru saja memenangkan kasus pelecehan seksual yang dialaminya, dimana hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara pada pelaku.
Di Mesir, kemenangan untuk kasus hukum pelecehan seksual sangat jarang terjadi. Hal itu terungkap dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan UN Women and Promundo pada 2017. Dalam jajak pendapat itu, terungkap pula hampir 60 persen perempuan Mesir pernah mengalami pelecehan seksual.
Baca: KPAI: Guru Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Terbanyak di Sekolah
Sedangkan jajak pendapat yang dilakukan Thomson Reuters pada 2017 menemukan fakta ibu kota Kairo sebagai kota paling berbahaya di dunia bagi perempuan. Jajak pendapat itu, dilakukan terhadap para ahli dalam bidang masalah-masalah perempuan.
Sampai 2018, semakin deras keluhan dari perempuan – perempuan Mesir yang bingung kemana harus mengadukan pelecehan seksual yang mereka alami. Sejumlah aktivis menyebutnya momen #MeToo Mesir, dikatalisasi oleh protes global terhadap pelecehan seksual pada 2018 dan mengarah ke perubahan besar dalam percakapan seputar pelecehan.
Baca: Ketika Korban Kekerasan Seksual Berhadapan dengan Proses Hukum
Derasnya pengaduan tindak kekerasan seksual yang dialami perempuan Mesir telah memicu gerakan MeToo yang juga terjadi di sejumlah negara di dunia. Sumber: edition.cnn.com
Pada perayaan Idul Adha tahun lalu, Rawy dan temannya Rozana Nageh menjadi subjek serangan dua laki-laki saat keduanya berjalan di Tahrir Square, Kairo. Keduanya bertekad membawa para pelaku ke pengadilan.
“Dua laki-laki itu menarik tangan saya dengan kasar, tetapi saya melawan balik dan menyeretnya ke kantor polisi. Selama hampir 15 menit pelaku mencoba memukuli kami dan menghina karena kami memaksa tak melepaskan mereka,” kata Rawy, 28 tahun, seperti dikutip dari edition.cnn.com, Sabtu 5 Januari 2019.
Derasnya pengaduan tindak kekerasan seksual yang dialami perempuan Mesir telah memicu gerakan MeToo yang juga terjadi di sejumlah negara di dunia. Gerakan ini banyak mendapat dukungan, termasuk kalangan artis di Mesir.
Menna Shalaby, Aktris dari Mesir, mengatakan perempuan tidak boleh lagi disalahkan dalam kasus pelecehan seksual. Sebab hal itu hanya membuatnya menjadi korban dua kali, yakni korban pelecehan seksual dan korban kecaman lingkungan.