Sekitar 2,9 juta perempuan dan anak mengalami kekurangan gizi akut, dan 400 ribu anak lainnya dengan gizi buruk berjuang untuk hidup mereka karena berisiko meninggal karena kelaparan.
Baca: Perang Yaman, Pangeran Saudi Salahkan Raja Salman dan Putranya
Para relawan kemanusiaan prihatin atas serangan koalisi Arab yang berusaha mengambil alih kota pelabuhan Laut Merah, Horyida, yang dikuasai Houthi. Hampir 80 persen impor Yaman datang melalui pelabuhan, termasuk bantuan kemanusiaan.
Aslam adalah salah satu distrik termiskin di Yaman, dengan ratusan desa kecil, beberapa terisolasi di pegunungan tinggi di jantung Houthi. Populasinya 75-106 ribu orang, termasuk penduduk setempat ditambah pengungsi yang melarikan diri dari wilayah pertempuran.
Gambar yang diambil pada 2018 yang tidak bertanggal ini, dirilis oleh Dr. Mekkiya Mahdi, Kepala Pusat Kesehatan Aslam, menunjukkan seorang anak yang sangat kekurangan gizi di Pusat Kesehatan Aslam di Hajjah, Yaman. (Dr. Mekkiya Mahdi via AP)
Aslam bukan satu-satunya distrik yang dilanda kelaparan. Para pejabat kesehatan mengatakan distrik lain yang lebih dekat zona perang mungkin tidak mendapatkan bantuan makanan sama sekali. Menurut catatan kesehatan setempat, kelaparan di Aslam melonjak dan menjadi yang tertinggi di provinsi, dengan jumlah anak yang dilaporkan menderita kekurangan gizi akut, yakni dari 384 kasus yang dirawat pada Januari, ditambah 1.319 lainnya menyusul dalam enam bulan ke depan. Angka ini meliputi sekitar 15 persen dari anak-anak distrik.
Baca: Perang Yaman: Belum Ada Tanda Berakhir
Pusat kesehatan utama Aslam tidak memiliki dokter anak, listrik, dan tabung oksigen. Pada malam hari, petugas medis menggunakan lampu flash karena tidak ada bahan bakar untuk generator. Para ayah mengemis di pasar terdekat untuk 300 riyal Yaman atau sekitar Rp 17.755, untuk membeli popok dan agar anak mereka bisa dibawa ke pusat kesehatan.
Di bawah tekanan berat dari pihak berwenang Houthi, lembaga internasional, seperti WFP, UNICEF, dan mitra Yaman, diharuskan menggunakan daftar orang miskin yang disediakan oleh pejabat setempat.
Dalam foto 25 Agustus 2018 ini, bayi yang kekurangan gizi, Zahra, digendong oleh ibunya, di desa al-Mashraqah, Aslam, Haji, Yaman. Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Sekitar 2,9 juta wanita dan anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, 400.000 anak lainnya berjuang untuk hidup dari kelaparan. (Foto AP / Hammadi Issa)
Kritikus menuduh para pejabat itu melakukan diskriminasi, di Aslam, di mana banyak dari mereka adalah kaum "Muhammasheen" bahasa Arab untuk "Marjinalisasi", yakni sebuah komunitas orang-orang Yaman yang berkulit gelap yang dijauhi oleh masyarakat lainnya dan dibiarkan bekerja sebagai pengumpul sampah, buruh kasar, atau pengemis.
Seorang koordinator kemanusiaan di Hajjah mengatakan otoritas Houthi setempat mendistribusikan bantuan secara tidak adil. Beberapa warga mengatakan pejabat meminta uang suap setara dengan sekitar 15 sen AS atah Rp 2.221 agar nama mereka dimasukkan ke daftar penerima makanan. Lembaga kemanusiaan AS tidak mampu mengawasi banyak pusat distribusi.
Dalam foto 25 Agustus 2018 ini, seorang pria memberi makan anak-anak dengan Halas, tanaman merambat berdaun hijau, di Aslam, Haji, Yaman. Orang Yaman di kantong terpencil di utara terpaksa makan daun rebus dari pohon anggur lokal untuk mencegah kelaparan, tanpa mendapat akses bantuan internasional. (Foto AP / Hammadi Issa)
Orang-orang di Aslam makin bergantung pada daun dari pohon anggur lokal, yang dikenal dalam bahasa Arab Yaman sebagai "hala" atau dalam bahasa Inggris sebagai Arabian Wax Leaf. Dulu hanya dimakan sesekali tapi sekarang semua penduduk makan untuk setiap kali makan. Para ibu menghabiskan berjam-jam memetik daun, lalu mencuci dan merebusnya. Namun terlalu banyak memakannya menyebabkan diare, karena air yang digunakan untuk mencuci tercemar oleh kotoran.
Baca: Cerita dari Yaman: Ibu Hamil Tahan Lapar Demi Anak
Di Desa Al-Mashrada, ibu Zahra memberi makan seluruh keluarganya dengan halas bubur. Dia memiliki tujuh anak lain, termasuk dua anak laki-laki dengan gangguan mental yang dirantai di dalam gubuk mereka sehingga mereka tidak berkeliaran. Sedangkan ayah anak-anak berkeliling kota untuk mencari makan.
"Kami hanya memiliki Tuhan. Kami miskin dan kami tidak punya apa-apa," kata perempuan Yaman yang kelaparan itu.