TEMPO.CO, Jakarta - Kepala hakim pengadilan banding di Brazil menolak upaya seorang hakim untuk melepaskan mantan Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, dari penjara pada Senin, 09 Juli 2018. Upaya pembebasan itu terkait dengan pemilu Brasil yang akan diselenggarakan pada Oktober 2018, yang bakal diikuti Lula, yang kembali mencalonkan diri sebagai presiden.
Hakim yang ingin membebaskan Lula adalah Rogerio Favreto, yang pernah bertugas di Kementerian Kehakiman di bawah pemerintahan Lula. Pada Minggu, 8 Juli 2018, Favreto mengatakan mantan Presiden Lula seharusnya mendapat kondisi yang sama untuk berkampanye dengan kandidat lain.
"Pada saat ini, eksekusi pengadilan provisional yang ilegal dan tidak konstitusional atas hukuman yang dijatuhkan pada mantan Presiden Lula tidak dapat menghentikan hak-hak politiknya, tidak juga dapat membatasi haknya sebagai calon presiden republik ini," ujarnya, seperti dikutip dari TeleSUR, Senin.
Baca: Korupsi, Mantan Presiden Brasil Dihukum 12 Tahun
Mantan Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, dikawal para pendukungnya saat meninggalkan markas serikat pekerja logam di Sao Bernardo do Campo, Brasil, 7 April 2018. Da Silva berada dalam tahanan polisi setelah bentrokan yang menegangkan dengan pendukung yang mencoba memblokir dia pergi dari sebuah gedung serikat pekerja. (Thiago Bernardes / FramePhoto via AP)
Baca: Eks Presiden Brasil Dihukum 9 Tahun Penjara karena Korupsi
Perintah pembebasan itu langsung ditanggapi hakim pengadilan banding, Sergio Moro, yang mengatakan Lula harus tetap berada di dalam penjara. Moro bahkan mempertanyakan kompetensi hakim Favreto saat ingin membebaskan Lula.
Penolakan juga muncul dari Kepala Pengadilan Regional Federal 4, yang berbasis di Porto Alegre, Carlos Eduardo Thompson. Dia dengan tegas menolak permintaan Favreto sehingga membuat Lula hingga sekarang tetap berada di balik jeruji besi.
Lula didakwa karena menerima suap dari perusahaan konstruksi berupa apartemen senilai US$ 657.734 atau sekitar Rp 9,4 miliar sebagai imbalan karena memberikan kontrak kerja kepada perusahaan itu. Lula juga menghadapi enam dakwaan korupsi lain, tapi dia menolak semua dakwaan tersebut.
Dilansir dari Reuters, dalam survei terkini, Lula terhitung unggul dua kali lipat dari pesaing terdekatnya dalam pemilu Brasil 2018, yang akan dilakukan pada Oktober mendatang. Jajak pendapat juga menunjukkan Lula berpeluang besar melanjutkan masa jabatannya untuk ketiga kali jika ia mengikuti pemilihan. Namun undang-undang Brasil melarang politikus mencalonkan diri selama delapan tahun jika dinyatakan bersalah melakukan kejahatan.
REUTERS | TELESUR | XINHUA | ERVIRDI RAHMAT