TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintahan baru Malaysia akan merevisi undang-undang perdagangan manusia dan penyelundupan imigran setelah Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menurunkan ranking negara ini ke daftar negara yang diawasi.
Rencana merevisi itu disampaikan pada hari Sabtu, 28 Juni 2018 atau beberapa hari setelah Kementerian Luar Negeri AS melaporkan ketiadaan kemajuan yang dilakukan Malaysia untuk mengatasi perdagangan manusia setahun terakhir.
Baca: 66 Imigran Indonesia Diduga Tenggelam di Malaysia
Menurut Kementerian Dalam Negeri Malaysia, draf revisi undang-undang ini sedang dalam diskusi yang berfokus pada perlindungan korban. Korban akan diberi keleluasan lebih untuk bergerak dan bekerja, dan memperkenalkan sanksi yang tegas untuk pelaku perdagangan manusia.
"Pemerintah Malaysia memperhatikan laporan perdagangan manusia dan sepenuhnya menjalankan pemberangusan kejahatan perdagangan manusia," ujar Kementerian Dalam Negeri Malaysia dalam pernyataannya menanggapi laporan tahunan Kementerian Luar Negeri AS tentang Perdagangan Manusia, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu, 30 Juni 2018.
Murid-murid menyanyikan lagu Indonesia Raya di hadapan Duta Besar RI untuk Malaysia, Rusdi Kirana. Indonesia menargetkan pembukaan 50 Community Learning Center untuk memfasilitasi pendidikan anak-anak TKI di perkebunan kelapa sawit, Sarawak, Malaysia, 16 Maret 2018. TEMPO/Suci Sekarwati
Baca: Malaysia Ancam Hukum Berat Imigran Ilegal
Laporan tahunan Kementerian Luar Negeri AS menurunkan peringkat Malaysia ke Level 2 yang artinya masuk daftar pengawasan. Ini artinya Malaysia gagal menunjukkan upayanya yang lebih dibandingkan tahun sebelumnya.
Laporan ini juga menyebut upaya memberikan perlindungan masih jauh dari memadai. Selain itu kerumitan hukum membuat upaya aparat penegak hukum memberangus perdagangan manusia terhambat.
Malaysia selama ini dikenal sebagai negara tujuan bagi korban perdagangan manusia, termasuk pekerja yang legal dan tidak legal. Jumlah pekerja migran berdokumen di Malaysia mencapai 2 juta orang dan lebih dari juta jiwa pekerja migran tak berdokumen resmi.