TEMPO.CO, Jakarta - Suriah meminta bantuan negara-negara di dunia untuk membantu membangun kembali negara itu. Terhitung sejak 2011, Suriah sudah tujuh tahun di kecamuk perang sipil.
“Ini (pembangunan kembali) akan menjadi sebuah jalan panjang. Kami harus memperbaiki ekonomi Suriah,” kata Kepala Perwakilan Suriah untuk Indonesia, Ziad Zaheredin, disela-sela acara forum 'high level consultation of world muslim scholars on wasatyyat Islam' di Bogor, Jawa Barat, Selasa, 1 Mei 2018.
Baca: Tim Anti Senjata Kimia OPCW Terhalang Masuk ke Douma Suriah?
Seorang anak laki-laki membawa barang-barang di antara bangunan yang rusak akibat pertempuran di kota Douma, Suriah, 16 April 2018. REUTERS/Omar Sanadiki
Kepada Tempo, dia menjelaskan setelah di kecamuk perang, sekarang ini ada banyak pekerjaan yang harus di lakukan pemerintah Suriah. Diantaranya menghidupkan kembali listrik dan membangun lagi infrastruktur yang remuk karena perang.
Baca: Turki Mengutuk Serangan Kimia di Douma Suriah
Berdasarkan hal itu, Zaheredin pun berharap negara-negara lain mau membantu membangun kembali Suriah. Pihaknya bahkan mengajak orang-orang agar datang ke Suriah dan melihat sendiri kekacauan yang telah di timbulkan akibat tangan-tangan kotor yang telah membuat kerusakan di negara itu.
Perang sipil Suriah meletup pada awal tahun 2011. Perang yang diawali dari unjuk rasa damai menuntut mundurnya Presiden Suriah, Bashar al-Assad, telah bergulir semakin kompleks dan mengerikan karena adanya dugaan penggunaan senjata kimia dan campur tangan pihak-pihak ketiga. Pada 7 April 2018, dugaan serangan senjata kimia di kota Douma telah mendorong Amerika Serikat, Inggris dan Prancis melancarkan serangan rudal ke Suriah.