TEMPO.CO, Jakarta - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menginginkan pasukan militer Amerika Serikat tetap tinggal di Suriah untuk menghadang Iran memperluas pengaruhnya.
"Kami yakin tentara Amerika harus tetap di sana sedikitnya dalam jangka menengah, atau jangka panjang," kata bin Salman dalam wawancara dengan Time, Jumat, 30 Maret 2018.
Baca: Mohammed bin Salman: Hanya Kematian yang Dapat Menghentikan Saya
Menurut pangeran Saudi berusia 32 tahun ini, kehadiran pasukan Amerika Serikat di Suriah merupakan upaya terakhir untuk menghentikan Iran memperluas pengaruhnya di kawasan sekutu.
Iran melalui milisi proksi dan sekutu kawasan akan mendirikan rute jalan darat dari Beirut melewati Suriah dan Irak ke Teheran. Bin Salman menyebutnya sebagai rute Sabit Syiah.
Baca: Mohammed bin Salman dan Donald Trump Bicarakan Ancaman Iran
Pasukan Amerika Serikat saat ini ditempatkan di satu pangkalan terpencil di Deir Ezzor di timur Suriah. Tepatnya di pertengahan koridor tersebut.
Di sini pasukan operasi khusus berkoordinasi dengan milisi oposisi Suriah untuk memberangus milisi-milisi ISIS di sepanjang sungai Efrat dan gurun di perbatasan Irak - Suriah.
"Jika anda membawa keluar pasukan ini dari Suriah timur, maka anda akan kehilangan tempat pemeriksaan itu. Dan koridor ini akan mnciptakan banyak hal di kawasan ini," kata Bin Salman yang dijuluki arsitek konflik tiga tahun di Yaman.
Baca: Bicarakan Yaman, Mohammed bin Salman Temui Sekjen PBB
Sebelumnya, Presiden Donald Trump berencana segera menarik seluruh pasukannya dari area perang di Suriah.
"Kita akan keluar dari Suriah secepatnya. Biarkan orang lain yang menjaganya sekarang. Secepatnya kita akan keluar," kata Trump.
Saat ini ada sektiar 2 ribu pasukan Amerika Serikat bertugas bersama pasukan Demokratik Suriah untuk menguasai kembali kawasan yang selama ini dikuasai ISIS. Kehadiran pasukan Amerika Serikat di Suriah, tidak sebagai penyeimbang Iran, meskipun Muhammed Bin Salman mengharapkannya.