TEMPO.CO, Jakarta - Irwandi Jaswir, tak pernah terfikir bakal memenangkan sebuah penghargaan bergengsi King Faisal International Prize 2018. Penghargaan ini terbesar kedua di dunia setelah Nobel Prize.
“Kaget ya pastinya, engga nyangka ini Nobel Prize-nya negara Arab. Yang saya tahu, seleksinya ketat,” kata Irwandi, Jumat, 30 Maret 2018 kepada Tempo.
Baca: Ilmuwan Indonesia Terima King Faisal International Prize 2018
Irwandi Jaswir, ke enam dari kiri, berfoto bersama keluarga besar KBRI di Ryadh, Arab Saudi setelah menerima penghargaan King Faisal, 30 Maret 2018. Sumber:dokumen KBRI Arab Saudi
Dalam penghargaan King Faisal International Prize 2018, Irwandi memenangkan penghargaan kategori Pelayanan Kepada Islam (service to Islam). Kategori ini umumnya dimenangkan oleh kepala negara atau ulama. Namun pada 2018, pertama dalam sejarah King Faisal International Prize, kategori ini dimenangkan oleh ilmuwan dari Indonesia.
“Riset saya dinilai unik karena menelaah Ayat-Ayat Alquran dari kacamata Sains. Lewat seleksi berjenjang yang ketat, dengan suara bulat diputuskan pemenang kategori Pelayanan Kepada Islam, jatuh pada saya, yang seorang profesor,” kata Irwandi, yang mengetahui kemenangannya pertama kali lewat seorang kawan di Arab Saudi dua bulan lalu.
Baca: Ini Daftar 25 Ilmuwan Top Se-Indonesia, dari Kampus Mana?
King Faisal International Prize memiliki lima kategori penghargaan. Selain kategori Pelayanan Kepada Islam, ada kategori kajian Islam, kedokteran dan sains yang pada 2018 dimenangkan oleh seorang matematikawan dari Inggris.
Irwandi sejak kuliah S3 pada 1996 atau dalam 20 tahun terakhir secara berkelanjutan telah melakukan riset mengenai halal science di Malaysia. Penelitian ini ditujukan untuk mendeteksi lemak babi, alkohol, zat-zat haram lainnya dalam makanan dan mengembangkan bahan-bahan alternatif untuk pengganti bahan-bahan yang tidak halal.
“Diantaranya, saya mengembangkan pewarna makanan halal. Sebab ada bahan-bahan kimia yang halal tetapi tidak toyib atau ada efek sampingnya. Saya juga mengembangkan produk gelatin di Arab Saudi karena gelatin yang dipasaran hampir 90 persen tidak halal sehingga kita harus mencari alternatif,” ujarnya.
Irwandi telah mempublikasi risetnya di 120 jurnal internasional dan 250 paper presentasi internasional. Bukan hanya itu, dia juga telah membuat 5 hak cipta yang dipatenkan, 3 dari jumlah tersebut sudah dikomersilkan, diantaranya E-Nose, yaitu sebuah alat pendeteksi berbentuk seperti pulpen yang bisa dibawa-bawa. Irwandi, tercatat telah memenangkan lebih dari 20 penghargaan internasional.