TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Austin, Texas, masih memburu dalang teror bom berantai paling mematikan di Amerika Serikat dalam beberapa dekade.
Sejauh ini, lima alat peledak buatan sendiri yang dipasang dalam bentuk paket kiriman dan kawat jebakan di trotoar telah diledakkan di Austin dan dekat San Antonio bulan ini, menewaskan dua orang, melukai lima orang. Pada Selasa pagi, 20 Maret 2018, bom keenam meledak di depot FedEx dekat bandara Austin, melukai seorang pekerja wanita. Bom berisi paku dan potongan logam itu meledak sebelum sempat dikirim ke alamat tujuan.
Baca: Bom Paku Meledak di Depot FedEx Texas Amerika
Enam bom yang meneror Austin sejak 2 Maret 2018 telah meningkatkan kecemasan penduduk dan peneliti di ibukota Texas tersebut.
Bom di dekat bandara itu meledak setelah bom lain mengguncang Austin, melukai dua pemuda pada Minggu malam, 19 Maret 2018 waktu AS.
Ledakan itu terjadi beberapa jam setelah Kepala Polisi Austin, Brian Manley mendesak tersangka pelaku yang terlibat dalam serangkaian pemboman untuk menyerahkan diri.
Dia menegaskan ledakan pada Minggu malam itu dipicu oleh tripwire yang canggih. Tripwire atau kawat transparan jebakan itu, dipasangi alat peledak yang ditempatkan di dekat pagar pada Minggu malam sekitar pukul jam 20.32 waktu setempat.
Pada konferensi pers Selasa, 20 Maret 2018 waktu AS, Manley mengatakan pengeboman terjadi ketika kedua korban tak sengaja menginjak atau menendang tripwire saat berjalan di trotoar di lingkungan Travis Country di wilayah barat daya Austin. Lokasi bom ini jauh dari lokasi tiga pengeboman sebelumnya.
Baca: Pelaku Teror di Gereja di Texas Tewas Diduga Ditembak Warga
Manley mengatakan para korban, usia 22 dan 23 tahun, berada dalam kondisi stabil di rumah sakit dengan cedera serius. Pihak berwenang tidak merilis nama-nama korban.
"Berdasarkan peninjauan awal, kami telah melihat kesamaan dalam perangkat yang meledak tadi malam dan tiga lainnya yang diledakkan awal bulan ini yang menewaskan dua orang dan melukai dua lainnya," kata Manley.
Seperti dilansir ABC News pada 21 Maret 2018, Manley menggambarkan serangan itu sebagai karya seorang pengebom berantai.
Pasca ledakan polisi menyisir area kejadian, namun tidak ditemukan perangkat lain yang dipasang. Meskipun begitu, kawasan tersebut akan tetap disterilkan sampai pukul 2 siang waktu lokal.
Manley mengatakan, penggunaan tripwire untuk meledakkan perangkat berbeda dari bom paket yang digunakan dalam serangan lain yang terjadi pada 2 Maret dan 12 Maret 2018, dan memberi isyarat bahwa siapa pun yang bertanggung jawab memiliki pengetahuan yang canggih soal bom.
Fred Milanowski, agen yang bertanggung jawab atas kantor Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak di Austin, mengatakan bahwa aspek mengerikan menggunakan tripwire adalah bahwa hal itu bisa menerpa siapa pun, termasuk anak-anak di daerah pemukiman. Dia mengatakan kawat itu bisa berupa filamen atau tali pancing yang sulit dikenali.
Baca: Pelaku Teror di Texas Eks Tentara Angkatan Udara Amerika
Christopher Combs, agen FBI yang bertanggung jawab di Austin, memohon kepada siapa saja yang memiliki informasi apapun tentang pengebom yang dicurigai untuk menghubungi petugas penegak hukum guna membahas motif di balik serangan tersebut.
"Kami butuhkan ini untuk menghentikannya," kata Combs.
Wali kota Austin, Steve Adler mengatakan penyelidik tidak akan beristirahat sampai orang-orang di belakang serangan dibawa ke pengadilan.
Para korban pengeboman sebelumnya termasuk Draylen Mason, 17, musisi orkestra dan pemenang esai terkenal, dan Anthony Stephan House, seorang ayah berusia 39 tahun.
Pihak berwenang telah meningkatkan hadiah atas informasi yang mengarah pada penangkapan pelaku menjadi US $ 115.000 atau setara Rp 1, 5 miliar.
Sejak ledakan terjadi, Manley mengatakan Departemen Kepolisian Austin telah menerima 735 laporan tentang paket mencurigakan, dan penyelidik telah mencatat 236 wawancara, dan memeriksa 435 orang yang dicurigai sebagai pelaku. Namun polisi belum menemukan titik terang.
Petugas awalnya menduga rangkaian teror bom terkait kemungkinan kejahatan kebencian, tetapi mengingat korban berasal dari berbagai ras dan dari berbagai bagian kota motif itu kemudian dihapus penegak hukum.
ABC NEWS|INDEPENDENT|NEW YORK TIMES