TEMPO.CO, Jakarta - Serangan pasukan pro-pemerintah Suriah ke Ghouta timur, di luar Ibu Kota Damaskus, yang berlangsung sejak Ahad malam, 18 Februari 2018, waktu setempat, mencapai sedikitnya 250 orang.
Menurut kelompok hak asasi manusia berbasis di London, Syrian Observatory for Human Rights, jumlah tersebut tertinggi sejak serangan bom kimia ke kantong pertahanan pemberontak di Ghouta pada 2013.
Baca: Unicef Tak Bisa Gambarkan Kengerian Perang Suriah
Petugas memadamkan api di sebuah toko seusai serangan udara pasukan pemerintah Suriah di Ghouta, pinggiran kota Damaskus, 20 Februari 2018. Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Prancis, salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB menguraikan, serangan bom ke kawasan tersebut melanggar hukum internasional. "Gelombang serangan udara, tembakan roket dan artileri benar-benar melanggar hukum internasional," bunyi penjelasan Prancis kepada media seperti dikutip situs berita TheRegion, Rabu, 21 Februari 2018.Petugas medis berusaha memberi pertolongan pada korban serangan udara pasukan pemerintah Suriah di Ghouta, pinggiran kota Damaskus, 20 Februari 2018. Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Hingga saat ini belum ada penjelasan dari militer Suriah mengenai serangan ke Ghouta. Damaskus mengatakan, sasaran serangan itu hanyalah basis kaum militan.
Baca: Perang Suriah, Prancis Tuding Turki Melanggar Hukum Internasional
Serangan yang digelar baru-baru ini di daerah pinggiran sebagai bagian dari tekanan militer Presiden Bashar al-Assad terhadap pemberontak untuk segera mengakhiri perang Suriah yang telah berlangsung selama tujuh tahun.