TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dirasakan naik dua kali lipat oleh dua juta warga Suriah di Provinsi Idlib menyusul serangan pasukan Turki ke Afrin. "Gempuran pasukan Turki ke Afrin memotong jalur perdagangan di sana," tulis kantor berita Syria Direct.
Warga, rumah sakit, dan para pedagang terpaksa harus menggunakan cadangan minyak dan mendapatkan diesel murah untuk menghidupkan listrik dan mesin pemanas. Harga minyak di Suriah melonjak dari 40 ribu pound Suriah (Rp 1 juta) per barel menjadi 75 ribu pound Suriah (Rp 1,9 juta).
Baca: Kurdi: Serangan Turki ke Afrin, Suriah, Tewaskan 10 OrangAsap yang mengepul dari serangan udara militer Turki ke Suriah yang terlihat dari pebatasan di kota Kilis, Turkey, 20 Januari 2018. AP
"Minyak adalah tulang punggung kehidupan di Kota Idlib," kata Ismael Al-Andani, dari Dewan Kota Idlib. "Kami membutuhkan minyak untuk menghidupkan generator listrik, transportasi, mesin dan toko roti. Kami takut kondisi ini berlangsung lama."
Angkatan Bersenjata Turki dan Tentara Pembebasan Suriah (FSA) melakukan "Operasi Ranting Zaitun" pada Sabtu, 20 Januari 2018, dengan melakukan serangan udara dan darat ke posisi Kurdi di Afrin.Tank militer Turki berada di kota Hassa yang berbatasan dengan Suriah di provinisi Hatay, Turki, 21 Januari 2018. Militer Turki mengatakan tiga puluh dua pesawat Turki menghancurkan total 45 sasaran termasuk gudang amunisi dan tempat perlindungan yang digunakan YPG. REUTERS/Stringer
Serangan tersebut memotong jalur suplai untuk pengiriman minyak ke teritorial oposisi. Jalur utama antara wilayah timur Suriah yang kaya minyak dan Idlib tak bisa dilalui sejak 2016 setelah pasukan pemerintah Suriah menguasai daerah tersebut.
Baca: Turki Gelar Operasi Militer Gempur Kurdi di Afrin, Suriah
Para sopir terpaksa melakukan perjalanan dengan rute lebih jauh melalui Afrin untuk membawa gas dan minyak bagi lebih dari dua juta penduduk di Aleppo, Idlib dan provinsi sebelah utara Hama. Turki menguasai hampir seluruh wilayah Afrin.