TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus kembali memperingatkan bahaya perang nuklir dan mengatakan dunia berada di ambang perang nuklir saat ini.
Pemimpin umat katolik dunia itu, pada hari Senin, 15 Januari 2018, sebelum berangkat dalam perjalanan ke Cile dan Peru, mengatakan dia merasa takut akan apa yang bisa terjadi.
Baca: Ini Pesan Perdamaian Paus Fransiskus untuk Dunia Jelang Natal
"Saya pikir kita berada pada batas yang paling akhir (perang nuklir)," kata Paus Fransiskus, seperti yang dilansir Time pada 16 Januari 2018. "Saya benar-benar takut akan hal ini. Satu kesalahan cukup untuk menghancurkan berbagai hal. "
Baca: Paus Fransiskus dan Raja Abdullah Bertemu Soal Status Yerusalem
Komentar Paus mengikuti kepanikan massal yang terjadi di Pulau Hawaii akibat sebuah peringatan rudal keliru, yang dikeluarkan pada Sabtu, 13 Januari 2018. Sinyal yang salah menggarisbawahi risiko memasuki perang yang tidak disengaja dengan Korea Utara. Anggota Kongres Demokrat dari Hawaii, Tulsi Gabbard, mengatakan pada hari Minggu bahwa peringatan keliru itu menunjukkan perlunya negosiasi langsung dengan Korea Utara.
Sementara Paus tidak membahas Korea Utara atau Hawaii, dia sering berbicara tentang risiko mematikan perang nuklir dan meminta perlucutan senjata nuklir.
Paus Fransiskus dalam pesawat ke Cile kemudian menunjukkan foto seorang pemuda Jepang pada tahun 1945 yang menggendong jenazah adik laki-lakinya, yang meninggal setelah pemboman bom atom oleh pasukan Amerika Serikat di Nagasaki.
"Saya tergerak saat melihat ini. Satu-satunya yang bisa saya pikirkan untuk menambahkan adalah kata-kata 'buah perang," kata Paus Fransiskus, mengacu pada sebuah caption yang diletakkan di bagian belakang gambar itu.
Foto yang dijadikan sebagai gambar kartu ucapan Tahun Baru 2018 oleh Vatikan itu kemudian dibagikan kepada para wartawan, yang turut serta dalam kunjungannya ke Cili dan Peru.
Paus Fransiskus kemudian meminta agar gambar itu diperbanyak dan didistribusikan karena menurutnya dengan melihat gambar seperti itu bisa lebih menggerakkan hati siapapun dari pada beribu-ribu kata dan retorika.
TIME | USA TODAY | REUTERS