TEMPO.CO, New York --- Mewakili pemerintah Republik Indonesia, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyerahkan instrumen ratifikasi Pemerintah RI atas Konvensi Minamata kepada Miguel de Serpa Soares, Legal Councel Perserikatan Bangsa Bangsa, Under-Secretary-General. Penyerahan dokumen tersebut dilakukan di Treaty Area, lantai dasar Markas Besar PBB di New York, Jumat 22 September 2017.
"Ini wujud komitmen Pemerintah RI untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran merkuri sekaligus penegasan komitmen pencapaian tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030," ujar Retno usai acara. Dengan demikian Indonesia kini terikat aturan-aturan dalam Konvensi menyangkut penggunaan merkuri.
Baca: Indonesia Segera Kedatangan Dua Giant Panda dari Cina
Konvensi Minamata bertujuan membatasi penggunaan Merkuri, diluncurkan di Kumamoto, Jepang pada 10 Oktober 2013. Indonesia merupakan satu dari 92 negara penandatangan awal konvensi itu. Sampai saat ini penanda tangan konvensi sudah mencapai 128 negara. Sejak 16 Agustus lalu, tepat 90 hari setelah PBB menerima instrumen ratifikasi negara ke-50, Rumania, Konvensi Minamata mulai berlaku.
Baca: Indonesia Tawarkan Formula 4+1 Bantu Rohingya di Rakhine
Indonesia negara ke-79 yang meratifikasi konvensi ini, melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 20 September lalu. Aturan ini kemudian diundangkan dalam Lembaran Negara no. 209 Tahun 2017. Minamata merupakan merupakan penyakit syarat yang disebabkan oleh konsumsi merkuri atau air raksa (Hg). Sindrom ini mula-mula ditemukan pada tahun 1956 di kota Minimata di barat daya Pulau Kyusu, Jepang. Penderita mengalami lumpuh syaraf, gangguan penglihatan, panas tinggi, hingga koma dan meninggal. Belakangan diketahui penyakit itu disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar merkuri di Teluk Minamata. Sebanyak 900 orang meninggal dan 2.265 dinyatakan terkena dampak langsung dari racun Merkuri di daerah itu.
Menurut Retno, selanjutnya pemerintah akan lebih ketat mengatur peredaran dan pemanfaatan merkuri. Di Indonesia penggunaan merkuri secara serampangan masih banyak terjadi, terutama dalam penambangan skala kecil dan industri.
Lembaga PBB yang bergerak di bidang lingkungan, UNEP (United Nation Environment Programme), menggolongkan merkuri sebagai ‘global threat to human and environmental health’ karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Rencananya pada 24-29 September nanti UNEP akan menggelar konferensi pertama antarnegara-negara peserta Konvensi, termasuk Indonesia, di Jenewa, Swiss.
PHILIPUS PARERA