Presiden Rusia Vladimir Putin didampingi oleh Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, Komandan distrik militer Barat Andrei Kartapolov dan Panglima Angkatan Laut Rusia Vladimir Korolev, memeriksa kapal perang di sungai Neva selama parade Angkatan Laut di St. Petersburg, Rusia, Juli. 30, 2017. REUTERS
TEMPO.CO, SEOUL - Presiden Rusia, Vladimir Putin menolak usulan embargo minyak sebagai bentuk sanksi atas uji coba senjata nuklir Korea Utara. Hal ini disampaikan saat berjumpa dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, Rabu, 6 September 2017.
Putin mengatakan embargo minyak malah akan mengganggu stabilitas kehidupan warga Korea Utara seperti rumah sakit dan fasilitas sipil lainnya.
"Tanpa alat politik dan diplomatik, tidak mungkin membuat kemajuan dalam situasi saat ini," ujar Putin, dikutip dari New York Times, Kamis, 7 September 2017.
Sebelumnya, Amerika Serikat mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan embargo minyak ke Korea utara, pelarangan ekspor tekstil, serta pelarangan mempekerjakan pekerja Korut di luar negeri.
Para analis Korea Selatan melihat tanda-tanda bahwa China sudah mulai 'gerah' dengan aksi uji coba senjata nuklir yang sudah enam kali dilakukan Korea Utara.
Dengan begitu, Rusia menjadi alternatif sumber impor minyak Korea utara untuk memenuhi kebuduhan industri dan militer. Putin mengatakan Rusia mengimpor kurang dari 40 ribu ton minyak setiap tahunnya ke Korea Utara.
Meski menolak embargo minyak, Putin menganggap uij coba senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara merupakan pelanggaran yang jelas terhadap resolusi PBB.
Menurut Putin saat ini yang diperlukan adalah menghindari berbagai tindakan yang dapat mempertegang keadaan. "Kita harus bertindak dengan tenang," kata dia.
Dilansir dari New York Times, saat ini Korea Utara mengimpor sebagian besar minyaknya dari China. Menurut data yang dimiliki Korea Selatan, China memasok 500 ribu ton minyak mentah setiap tahunnya dan 200 ribu ton produk minyak ke Korut. NEW YORK TIMES | REUTERS | ADAM PRIREZA