Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengunjungi markas militer lokal Marawi di Camp Ranao, 20 Juli 2017. Duterte datang dengan mengenakan pakaian samaran, sepatu boots dan pistol yang diselipkan di ikat pinggangnya. Ace Morandante/Presidential Photographers Division, Malacanang Palace via AP
TEMPO.CO, Manila- Presiden Rodrigo Duterte mengancam untuk mengebom sekolah-sekolah adat karena diduga mengajar siswa menjadi pemberontak komunis di Filipina.
Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan televisi pada hari Senin, 24 Juli 2017, Duterte mengutuk pemberontak komunis karena menghancurkan jembatan dan membakar sekolah di pedesaan, namun mereka menyelamatkan sekolah adat Lumad, yang menurut Duterte beroperasi di bawah kendali pemberontak tanpa izin pemerintah.
"Keluar dari sana, sekarang saya memberi tahu Lumads. Saya akan mengebom, termasuk bangunan Anda, "kata Duterte seperti yang dilansir Guardian pada 26 Juli 2017.
"Saya akan menggunakan angkatan bersenjata, angkatan udara Filipina. Saya benar-benar akan mengebom mereka ... karena Anda beroperasi secara ilegal dan Anda sedang mengajar anak-anak untuk memberontak melawan pemerintah. "
Kelompok hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch, langsung bereaksi dengan meminta Duterte untuk menarik kembali ancaman tersebut, dengan memperingatkan bahwa serangan semacam itu merupakan kejahatan perang.
Human Rights Watch yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan bahwa peraturan kemanusiaan internasional melarang serangan terhadap sekolah dan bangunan sipil lainnya kecuali jika mereka digunakan untuk tujuan militer dan serangan yang disengaja terhadap warga sipil, termasuk pelajar dan guru merupakan kejahatan perang".
"Dengan menyerukan sebuah serangan ke sekolah, Duterte mengarahkan militer untuk melakukan kejahatan perang," kata Carlos Conde dari Human Rights Watch, seperti yang dilansir Guardian pada 26 Juli 2017.
Conde mendesak Duterte untuk menandatangani sebuah pernyataan politik internasional 2015, the Safe Schools Declaration. Deklarasi itu meminta pemerintah untuk mendukung perlindungan siswa, guru dan sekolah pada masa konflik bersenjata.
Anggota parlemen oposisi, Emmi de Jesus dari partai Gabriela Women meminta Duterte untuk menarik kembali ancamannya terhadap sekolah dan masyarakat adat di selatan Filipina.
Duterte naik ke kursi kepresidenan pada tahun 2016 setelah mengkampanyekan pendekatan ekstra kerasnya terhadap kejahatan. Dia bahkan semakin populer dan dicintai meski telah menyebabkan ribuan kematian dalam kampanye anti-narkobanya. Dia bahkan menyatakan kesediaannya untuk berdialog dengan pemberontak komunis di Filipina. GUARDIAN|YON DEMA