TEMPO.CO, Beirut - Calon presiden Prancis dari sayap kanan Partai Front Nasional, Marine Le Pen, membatalkan pertemuan dengan Mufti Agung Libanon Syekh Abdul Latif Derian, Selasa, 21 Februari 2017, setelah dia menolak mengenakan jilbab untuk menemuinya.
"Kalian boleh menyampaikan hormat saya kepada Mufti Agung, tetapi saya tidak bisa menutupi diri saya," kata Le Pen kepada wartawan.
Setelah bertemu dengan Presiden Mihael Arou dan Perdana Menteri Saad al-Hariri, Le Pen dijadwalkan bertemu Mufti Agung Syekh Abdul Latif Derian. Juru bicara Mufti Agung mengatakan, mereka memberi tahu pembantu Le Pen sebelumnya agar mengenakan tutup kepala pada pertemuan tersebut.
Undang-Undang Prancis melarang pemakaian jilbab di dalam pelayanan publik dan bagi pelajar perempuan sekolah menengah.
Le Pen mengunjungi Libanon, negara yang pernah menjadi jajahan Prancis, demi meningkatkan rasa percaya diri sebagai calon presiden. Selain itu, kunjungan dua hari Le Pen ini juga ingin menyasar pemilih Franco-Lebanese (warga asal Libanon yang tinggal dan menjadi warganegara Prancis) yang potensial.
Dari hasi jajak pendapat di Prancis, Le Pen sepertinya mendapatkan dukungan tertinggi pada putaran pertama pemilihan umum yang digelar April 2017, namun kalah dengan calon utama di pemilihan babak kedua, Mei 2017.