Bulan Keempat Menjabat, Netanyahu Belum Juga Diundang Ke Gedung Putih, Ada Apa?
Reporter
Tempo.co
Editor
Ida Rosdalina
Kamis, 16 Maret 2023 18:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki pekan kesebelas masa jabatan ketiganya sebagai perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu belum juga diterima di Gedung Putih yang menunjukkan ketidaksenangan AS atas kebijakan-kebijakan pemerintahan sayap kanannya.
Sebagian besar pemimpin baru Israel telah berkunjung ke Amerika Serikat atau bertemu presiden pada tahapan ini dalam jabatan perdana menteri, menurut sebuah tinjauan Reuters tentang kunjungan-kunjungan resmi sejak akhir 1970an. Hanya dua dari 13 perdana menteri terdahulu yang mengepalai sebuah pemerintahan baru menunggu lebih lama.
Gedung Putih menolak untuk menegaskan apakah Netanyahu telah diundang. Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri merujuk Reuters ke pemerintahan Israel untuk meminta informasi tentang rencana perjalanan perdana menterinya.
Kedutaan Israel di Washington menolak untuk berkomentar.
“Pesan yang mereka ingin sampaikan jelas: Jika Anda mengejar kebijakan-kebijakan yang tidak disukai, Anda tidak berhak untuk duduk di Ruang Oval,” kata David Makovsky, mantan penasihat senior Utusan Khusus untuk Negosiasi Israel-Palestina, kini di Washington Institute for Near East Policy, seperti dilansir Reuters, Kamis, 16 Maret 2023.
Sejak awal tahun, para pengunjuk rasa telah memenuhi jalan-jalan Israel untuk memprotes rencana pemerintah mengekang kekuasaan Mahkamah Agung, yang menurut para pengkritik menghilangkan kendali atas koalisi pemerintahan.
Di tengah meningkatnya kekerasan Tepi Barat, tindakan pemerintah sayap kanan yang mengizinkan pos-pos pemukim dan komentar yang menghasut dari anggota kabinet Netanyahu yang bertanggung jawab atas permukiman Yahudi telah menuai kritik dari pejabat AS, termasuk dari Menteri Pertahanan Lloyd Austin selama kunjungan ke Israel minggu lalu.
Namun, hubungan AS-Israel tetap dekat. Amerika Serikat yang telah lama menjadi donatur utama Israel, mengirim lebih dari US $3 miliar tiap tahun untuk bantuan militer.
Presiden Joe Biden telah mengenal Netanyahu selama berpuluh-puluh tahun, keduanya telah berbicara lewat telepon, dan para pejabat senior kedua negara juga sudah saling berkunjung sejak pemerintahan Netanyahu dibentuk, Desember, terlepas dari krisis politik Israel yang terus meningkat.
Namun, kurangnya sebuah kunjungan Gedung Putih menggarisbawahi keinginan pemerintahan Biden untuk melihat kebijakan-kebijakan yang berbeda di Israel dan juga apa yang disebut para pengkritik sebagai keengganan untuk mengambil langkah-langkah yang lebih kuat.
<!--more-->Bahasa Normatif
Pernyataan A.S. tentang peristiwa di Israel sering kali terdiri dari "bahasa normatif yang membuat frustrasi," kata Sarah Yerkes, anggota senior di Carnegie Endowment for International Peace yang sebelumnya bekerja di Departemen Luar Negeri tentang kebijakan terhadap Israel dan Palestina. “Frustrasi melihat tanggapan-tanggapan AS yang kurang tajam,” kata Yerkes.
“Mereka tidak bisa diperlakukan dengan cara yang sama seperti mereka biasanya diperlakukan karena mereka tidak lagi berada dalam jalur demokrasi.”
Pemerintahan Biden lebih memilih percakapan yang tenang daripada kritik publik, kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri, terutama ketika menyangkut krisis atas usulan perombakan peradilan Israel.
“Apa pun yang akan kami katakan tentang proposal-proposal spesifik berpotensi menjadi sangat kontraproduktif,” kata pejabat itu, menambahkan tujuannya adalah untuk mendorong para pemimpin Israel membangun konsensus atas reformasi, daripada menentukan hasil yang seharusnya.
Chris Murphy, anggota Demokrat dari Komisi Hubungan Luar Negeri Senat, berharap pemerintah akan mendesak dengan pesan yang jelas kepada Israel.
“Saya ingin melihat pemerintahan mengirim sinyal kuat bahwa kami harus mempertahankan dukungan kami untuk negara masa depan Palestina dan keputusan-keputusan yang dibuat pemerintah Netanyahu sekarang sangat membahayakan masa depan itu,” kata Murphy.
Sebuah kelompok terpisah yang terdiri dari 92 anggota parlemen progresif memperingatkan dalam sebuah surat kepada Biden bahwa perombakan yudisial dapat memberdayakan orang-orang di Israel yang mendukung pencaplokan Tepi Barat, "merusak prospek solusi dua negara dan mengancam keberadaan Israel sebagai negara Yahudi dan demokratis. ”
Para pemimpin AS jarang mengkritik kebijakan Israel sejak Menteri Luar Negeri James Baker pada 1989 menasihati negara itu agar tidak bergerak menuju pencaplokan wilayah Palestina dan perluasan permukiman. Baker kemudian melarang Netanyahu, pada saat itu sebagai wakil menteri luar negeri, dari Departemen Luar Negeri setelah dia mengkritik kebijakan AS terhadap Israel.
Biden, seorang demokrat yang menggambarkan dirinya seorang Zionis, mengatakan dukungan AS untuk Israel “kuat”
“Naluri pribadi Biden sedemikian rupa sehingga sangat sulit baginya untuk mengadopsi sikap yang sangat keras terhadap Israel,” Dennis Ross, seorang negosiator perdamaian Timur Tengah AS yang sekarang bekerja di Washington Institute for Near East Policy.
“Ia lebih suka untuk memasukkan Timur Tengah ke dalam sebuah kotak sehingga ia bisa fokus hanya kepada Rusia, Ukraina dan China. Sayangnya, Timur Tengah memilih cara untuk menjadi penting, kecuali kita cukup berinisiatif untuk mengelola lingkungan itu.”
REUTERS
Pilihan Editor: Ibu-Anak WNI Tewas Kecelakaan Mobil di Sydney, Suami Tahu dari Apple Watch