Kisah Wartawan Tempo di Afghanistan, Dari Nyaris Ditembak Hingga Mau Dinikahkan
Reporter
Tempo.co
Editor
Istman Musaharun Pramadiba
Senin, 23 Agustus 2021 08:00 WIB
Saya mau cerita pengalaman berada di Afghanistan saat Taliban kehilangan kekuasaannya, 20 tahun lalu. Dari cerita itu kita bisa sedikit tahu kenapa sekarang mereka bisa berkuasa lagi.
— Qaris Tajudin (@QarisT) August 17, 2021
(Foto: Qaris Tajudin) pic.twitter.com/N8iF2ETzvx
Hal tadi adalah satu dari sekian banyak pengalaman seru yang dialami Qaris ketika dikirim ke Afghanistan. Saat itu, statusnya masih anak baru. Dirinya bergabung ke Tempo tahun 2000, setahun kemudian pada bulan November ia sudah dikirim ke Afghanistan.
Latar belakang pendidikan Qaris menjadi penyebab utama ia dikirim ke Afghanistan. Ia alumnus Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, alhasil diyakini bakal dengan mudah keluar-masuk ke wilayah konflik. Bagian "keluar-masuk"-nya benar, bagian "mudah"-nya yang salah. Dalam cerita Qaris, mencoba masuk ke Afghanistan bukan perkara gampang.
Nyaris dibunuh baru satu hal. Ia sempat ditawari bantuan masuk ke Afghanistan oleh seorang fixer asal mau disembunyikan dalam karung. Qaris, saat itu, mendengar cerita seorang wartawan nyaris tertusuk pedang ketika mujahidin melakukan random-checking. Ia ogah mengalami pengalaman serupa.
"Waktu saya masuk, beberapa kota memangg masih dikuasai Taliban. Makanya saya cari jalan yang tidak memotong frontline meski lebih jauh," ujar Qaris. Qaris akhirnya mengambil rute Agnadabad, Jalalabad, lalu Kabul yang dirasa aman. Ironisnya, di Jalalabad lah dirinya nyaris dibunuh.
Selain sempat berhadapan dengan maut, Qaris mengatakan dirinya juga harus sering gonta-ganti pakaian selama bertugas di Afghanistan. Bukan karena panas, tetapi untuk mengganti penyamarannya. Ia harus membaur dengan warga-warga wilayah yang ia lewati menuju Kabul.
Ketika melewati daerah-daerah pedesaan, ia harus menggunakan pakaian selayaknya warga Afghanistan, sementara saat berada di Kabul, ia harus mengganti pakaiannya menggunakan jeans, karena orang-orang di kota besar lebih mengagumi dan menghargai sesuatu yang berbau asing, apalagi Amerika.
Qaris menyamakan pengalaman tersebut seperti mengikuti fashion show. Lucunya, beberapa tahun kemudian, Qaris dikenal sebagai wartawan lifedata-style juga di mana "berhadapan" dengan fashion show adalah salah satu tugasnya.
Pengalaman paling unik, ia pernah ditawarkan untuk dinikahkan. Pada saat itu, fixer Qaris menanyakan apakah dirinya berkeinginan untuk melakukan nikah sementara waktu. Qaris menolaknya karena ia tidak menyetujui adanya bentuk pernikahan seperti itu.