Aturan Les Privat Baru Cina Mengancam Bisnis Bimbel Senilai Miliaran Dolar AS

Senin, 26 Juli 2021 15:00 WIB

Suasana kelas bahasa Mandarin di Sekolah Dasa Changchun selama tur media yang diselenggarakan pemerintah setelah wabah COVID-19 di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, 4 September 2020. REUTERS/Aly Song

TEMPO.CO, Jakarta - Aturan les privat baru Cina, yang dimaksudkan untuk menambah angka kelahiran nasional, telah membuat perusahaan pendidikan swasta menghadapi dampak bisnis yang signifikan.

Aturan baru yang dirilis pada hari Jumat melarang les privat untuk mencari keuntungan dalam mata pelajaran sekolah inti dalam upaya untuk meningkatkan angka kelahiran negara dengan menurunkan biaya hidup keluarga.

Namun pengawasan regulasi baru mengancam industri les privat senilai US$120 miliar (Rp1.739 triliun), di mana investor telah berinvestasi miliaran dolar dalam beberapa tahun terakhir.

Orang tua juga kebingungan apakah langkah itu akan berdampak pada anak-anak mereka dalam sistem pendidikan yang sangat kompetitif.

Dikutip dari Reuters, 26 Juli 2021, di bawah aturan baru, semua institusi yang menawarkan bimbingan belajar pada kurikulum sekolah akan terdaftar sebagai organisasi nirlaba, dan tidak akan diberi lisensi baru, menurut dokumen resmi.

Advertising
Advertising

Perubahan aturan, yang jauh lebih keras dari yang diperkirakan sebelumnya, telah menempatkan risiko miliaran dolar modal publik dan swasta yang masuk ke sektor les privat selama beberapa tahun terakhir, dengan harapan permintaan yang berkelanjutan di negara berpenduduk terpadat di dunia itu.

Langkah ini memicu penurunan saham pendidikan besar-besaran pada hari Jumat di Hong Kong, dan saham perusahaan pendidikan swasta Cina yang terdaftar di New York, serta aksi jual saham pada hari Senin dengan beberapa saham anjlok antara 30% dan 40%, Reuters melaporkan.

Sub-indeks industri pendidikan China turun sebanyak 14% pada hari Senin.

TAL Education Group yang terdaftar di AS mengatakan pada hari Minggu, mereka memperkirakan aturan baru tersebut memiliki dampak material yang merugikan pada layanan bimbingan belajar, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi operasi dan prospeknya.

Gaotu Techedu, New Oriental Education & Technology Group, Koolearn Technology Holding, Scholar Education Group, dan China Beststudy Education Group, mengeluarkan pernyataan serupa pada Senin.

Orang-orang menjemput anak-anak dari sebuah sekolah di Beijing, Cina, 6 April 2021. [REUTERS/Thomas Peter]

Aturan baru akan mengakibatkan perusahaan bimbingan belajar online yang ada menjadi sasaran pengawasan ekstra dan bimbingan belajar setelah sekolah akan dilarang selama akhir pekan, hari libur dan liburan sekolah, kata dokumen aturan baru.

Lembaga bimbingan belajar berbasis kurikulum juga akan dilarang mengumpulkan uang melalui pencatatan atau kegiatan terkait modal lainnya, sementara perusahaan yang terdaftar akan dilarang berinvestasi di lembaga semacam itu, katanya.

Scholar Education mengatakan bahwa pihak berwenang belum memberikan perincian seputar penerapan aturan dan ada ketidakpastian kapan dan bagaimana aturan tersebut akan berlaku khusus untuk grup.

Goldman Sachs mengatakan dalam sebuah laporan penelitian, target harga satu tahun pada saham bimbingan belajar yang terdaftar akan dipotong rata-rata 78%. Dampaknya, kata laporan itu, sebagian besar disebabkan oleh larangan les akhir pekan dan musim dingin dan liburan musim panas, yang menghasilkan hingga 80% dari pendapatan perusahaan.

Sektor pendidikan nirlaba Cina telah berada di bawah pengawasan sebagai bagian dari dorongan Cina untuk mengurangi tekanan pada anak-anak sekolah, dan mengurangi beban biaya pada orang tua yang telah berkontribusi pada penurunan tingkat kelahiran.

Pada bulan Mei, Cina mengeluarkan aturan keluarga berencana baru yang akan mengizinkan pasangan untuk memiliki hingga tiga anak, dari dua sebelumnya.

Mengutip orang yang bertanggung jawab di Kementerian Pendidikan, surat kabar Xinhua pada hari Minggu melaporkan langkah itu diperlukan untuk mengatasi beban besar pada siswa sekolah dasar dan menengah serta meringankan keuangan orang tua mereka.

Dave Wang, manajer portofolio di Nuvest Capital di Singapura, mengatakan pemerintah Cina selalu menerapkan kebijakan lebih khusus pada sektor-sektor yang memiliki implikasi sosial yang luas.

Beberapa orang tua, bagaimanapun, berjuang untuk memahami bagaimana aturan baru akan berdampak pada pendidikan anak-anak mereka.

"Dalam jangka panjang, ini jelas merupakan kabar baik bagi anak-anak karena mereka tidak harus membenamkan diri dalam pekerjaan rumah yang tak ada habisnya," kata Zhu Li, orang tua yang tinggal di Distrik Haidian di Beijing.

"Tapi di sisi lain, mungkin tidak terlalu bagus jika mereka gagal masuk universitas yang bagus."

Lebih dari 75% siswa berusia sekitar 6 hingga 18 tahun di Cina menghadiri kelas bimbingan belajar atau les privat setelah sekolah pada 2016, menurut angka terbaru dari Chinese Society of Education, dan presentase ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

Baca juga: Cina Longgarkan Program KB, Perbolehkan Satu Keluarga Punya Tiga Anak

REUTERS

Berita terkait

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

2 jam lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

7 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

8 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

9 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

13 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

15 jam lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

1 hari lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

2 hari lalu

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

Psikolog menyebut pendidikan karakter perlu contoh nyata dari orang tua dan guru kepada anak karena beguna dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

2 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya