Sekjen PBB Minta Joe Biden Cabut Sanksi Iran untuk Selamatkan Perjanjian Nuklir
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Kamis, 1 Juli 2021 11:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mencabut atau menghapuskan semua sanksi terhadap Iran sebagaimana disepakati berdasarkan perjanjian nuklir Iran 2015 yang bertujuan menghentikan Teheran mengembangkan senjata nuklir.
Dalam sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB, Guterres juga mendesak Amerika Serikat untuk memperpanjang keringanan terkait perdagangan minyak dengan Republik Islam Iran, dan sepenuhnya memperbarui keringanan untuk proyek non-proliferasi nuklir.
Dewan beranggotakan 15 orang itu membahas laporan dua tahunan sekretaris jenderal pada hari Rabu tentang implementasi resolusi 2015 yang mengabadikan kesepakatan nuklir antara Iran, Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia dan Cina, dikutip dari Reuters, 1 Juli 2021.
Mantan Presiden AS Donald Trump meninggalkan kesepakatan tersebut pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi keras, mendorong Iran untuk mulai melanggar beberapa batasan nuklir pada 2019.
Dalam laporannya, Guterres menggambarkan pelanggaran Iran sebagai "langkah yang mengkhawatirkan" dan meminta Iran untuk kembali ke kepatuhan penuh terhadap kesepakatan nuklir 2015.
Seruan Guterres terhadap Iran dan AS datang di tengah pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran, yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), di mana Iran menerima pembatasan pada program nuklirnya dengan imbalan pencabutan banyak sanksi asing terhadapnya.
"Beberapa putaran terakhir diskusi di Wina telah membantu mengkristalisasi pilihan yang perlu dibuat oleh Iran dan Amerika Serikat untuk mencapai pengembalian bersama untuk mematuhi JCPOA," kata wakil Duta Besar AS untuk PBB, Jeffrey DeLaurentis, kepada Dewan Keamanan pada Rabu.
Tanggal untuk putaran pembicaraan berikutnya di Wina belum disepakati, tetapi Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan, "Kami sudah melihat profil perjanjian di masa depan, ada pemahaman umum tentang bagaimana melangkah maju ke tujuan di depan kita."
Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengatakan bahwa mereka yang melanggar janji yang harus membuat keputusan sulit. Ia menyerukan jaminan bahwa semua sanksi dihapus secara terverifikasi dan AS tidak akan lagi menarik diri dari perjanjian.
Wakil Duta Besar Cina untuk PBB Geng Shuang meminta Amerika Serikat untuk menanggapi permintaan Iran untuk jaminan bahwa mereka tidak akan lagi keluar dari kesepakatan.
Uni Eropa sedang mengoordinasikan pembicaraan Wina dan Duta Besar Uni Eropa untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Olof Skoog, memperingatkan: "Jelas bahwa waktu tidak berada di pihak kita dan bahwa apa yang mungkin dilakukan hari ini, bisa saja mustahil dilakukan dalam waktu dekat. Kami memiliki jendela diplomatik terbatas di depan kita yang tidak boleh kita lewatkan."
Sebelumnya pada Selasa Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Rabiyee mengatakan Iran masih menunggu keputusan politik dari pihak lain, khususnya AS, untuk memutuskan mengadakan putaran berikutnya dari pembicaraan Wina.
"Mengenai bagaimana pembicaraan Wina akan berlanjut, kita harus menunggu hasil pertemuan menjadi lebih jelas. Yang penting adalah pembicaraan telah mencapai titik di mana semua pihak harus membuat kesepakatan atas keputusan mereka sendiri. Kami menunggu pihak lain, termasuk Amerika Serikat, untuk mengumumkan keputusan politik mereka sehingga kami dapat berbicara lebih jelas tentang putaran pembicaraan berikutnya," katanya, kantor berita Fars melaporkan.
Presiden terpilih Iran, Ebrahim Raisi, mengatakan pekan lalu dia mendukung pembicaraaan dengan enam kekuatan dunia untuk memulihkan perjanjian nuklir Iran 2015, tetapi menolak bertemu Presiden Joe Biden bahkan jika AS menghapus semua sanksi.
Dalam konferensi pers pertamanya sejak memenangkan pemilihan presiden hari Jumat, hakim garis keras itu mengatakan prioritas kebijakan luar negerinya akan meningkatkan hubungan dengan tetangga-tetangga Iran di Teluk Arab, sambil menyerukan saingan regional Iran, Arab Saudi, untuk segera menghentikan intervensinya di Yaman, Reuters melaporkan.
Negosiasi telah berlangsung di Wina sejak April untuk mencari tahu bagaimana Iran dan Amerika Serikat dapat kembali mematuhi kesepakatan nuklir.
Iran telah melanggar batas kesepakatan pengayaan uranium, yang dirancang untuk meminimalkan risiko mengembangkan potensi senjata nuklir. Teheran telah lama membantah memiliki ambisi semacam itu.
Raisi mengatakan kebijakan luar negeri Iran tidak akan terbatas pada kesepakatan nuklir, menambahkan bahwa semua sanksi AS harus dicabut dan diverifikasi oleh Teheran.
Pejabat Iran dan Barat sama-sama mengatakan terpilihnya Ebrahim Raisi tidak mungkin mengubah sikap negosiasi Iran dalam pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015, sebab Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memiliki keputusan akhir tentang semua kebijakan utama.
Baca juga: Ebrahim Raisi Menjadi Presiden Iran, Kelanjutan Perjanjian Nuklir Dipertanyakan
REUTERS | FARS NEWS AGENCY