12 Fakta Penting Soal Konflik Mematikan di Sudan
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Sabtu, 15 Juni 2019 12:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Dunia mengutuk konflik mematikan di Sudan yang pecah setelah presiden Omar al-Bashir dikudeta oleh militer pada 11 April 2019 lalu. Para demonstran yang menuntut pemerintahan sipil di Sudan dijawab dengan rentetan peluru tajam, pukulan, pemerkosaan dan penyiksaan. Lebih dari 100 orang telah tewas dan ratusan orang terluka dalam aksi pembangkangan sipil di Sudan.
Baca juga: Solidaritas untuk Sudan, Media Sosial Buat Tagar #BlueForSudan
Berikut 12 fakta penting dari konfik mematikan di Sudan seperti dikutip dari Al Jazeera, CNN, dan Reuters.
1. Presiden Omar al-Bashir, terakhir berpangkat letnan jenderal, dikudeta oleh militer Sudan pada 11 April 2019 setelah berkuasa sejak tahun 1989.
2. Beberapa minggu setelah Bashir dikudeta, aksi demonstrasi menuntut pemerintahan sipil berlanjut, namun Dewan Transisi Militer menolak tuntutan para demonstran.
Pemimpin Dewan Transisi Militer, Letnan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan, militer akan mengawasi periode transisi maksimal dalam 2 tahun.
3. Sebelum al-Bashir dilengserkan, situasi Sudan saat itu mengalami kesulitan makan yang parah dan krisis ekonomi sudah sangat parah. Kelompok oposisi, Asosiasi Profesional Sudan atau SPA, muncul memimpin aksi unjuk rasa menuntut al-Bashir mundur secepatnya.
SPA ini beranggotakan orgaisasi serikat pekerja profesional seperti dokter, pengacara dan jurnalis. Para demonstran perempuan termasuk banyak, salah satu yang menjadi icon adalah Alaa Salah, 22 tahun, yang berdiri di atas atap mobil pada April lalu. Tindakan Salah berdiri di atas atap mobil menjadi simbol demonstrasi Sudan.
Baca juga: Jejak Milisi RSF Sudan yang Diduga Membuang Mayat ke Sungai Nil
4. Unjuk rasa terbesar pecah di Khartoum, ibukota Sudan 3 Juni. Aparat militer menyerang kamp protes di Khartoum tengah. Peristiwa ini menjadikan awal tindakan keras aparat keamanan yang semakin brutal terhadap pengunjuk rasa.
Senjata berat yang digunakan aparat keamanan membubarkan para demonstran di Khartoum menimbulkan korban jiwa, sedikitnya 5 orang dan puluhan orang terluka.Setelah itu jumlah korban jiwa bertambah banyak mencapai 60 orang.
5. Sudan dikejutkan dengan penemuan sedikitnya 40 jasad manusia dari dalam sungai Nil. Pelakunya diduga milisi RSF, yang dulunya pelindung dan pengawal al-Bashir saat jadi presiden Sudan. Menurut laporan Komite Sentral Dokter Sudan, bekas luka tembak ditemukan di semua jasad.
Baca juga: Jenderal Pengkudeta Presiden Sudan Mundur Sehari Setelah Memimpin
6. Sekretaris jenderal PBB, Antonio Guterres mengutuk tindak kekerasan di Sudan dan laporan tentang meluasnya penggunaan aparat keamanan menghadapi para warga sipil Sudan. Bahkan pasukan keamanan memuntahkan tembakan di dalam fasilitas rumah sakit.
Dunia mengutuk aksi brutal aparat kepada warga sipil Sudan yang melakukan unjuk rasa. Dunia menuntut Dewan Transisi Militer untuk kembali ke meja perundingan. Inggris memperingatkan Dewan Transisi Militer Sudan bahwa masyarakat internasional akan menuntut pertanggungjawaban atas kekerasan itu.
Sudah lebih dari 100 orang yang tewas dalam aksi demonstrasi pembangkangan sipil yang menolak pemerintahan rezim militer di Sudan.
7. PBB menarik stafnya dari Sudan. Sementara Uni Afrika menangguhkan keanggotaan Sudan dan menyerukan digelar pertemuan darurat.
8. Sejumlah pemimpin oposisi ditangkap militer Sudan dan beberapa dideportasi dari Sudan.
9. Akses Internet ditutup dan semua jaringan digital tak dapat berfungsi.
10. Oposisi Sudan akhirnya setuju Ethiopia memdiasi perundingan dengan Dewan Transisi Militer setelah Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed berkunjung ke Khartoum pekan lalu.
11. Dewan Transisi Militer mengumumkan telah menangkap dan menjebloskan ke penjara militer sejumlah tentara yang terlibat pembunuhan puluhan pengunjuk rasa di Khartoum pekan lalu.
12. Para pengunjuk rasa setuju menghentikan sementara aksi unjuk rasa dan pembangkangan sipil sebagai balasan terhadap sikap lunak militer Sudan.