Donald Trump Ancam Perusahaan yang Berbisnis dengan Iran
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Rabu, 8 Agustus 2018 11:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengancam perusahaan yang melakukan bisnis dengan Iran akan dilarang dari Amerika Serikat.
Ancaman Trump adalah langkah baru AS untuk menyudutkan Iran setelah menolak tawaran berunding yang diajukan Trump, seperti dilaporkan Reuters, 8 Agustus 2018. Iran menolak negosiasi jika Trump tidak membatalkan keputusannya menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015.
Baca: Hukum Iran, Trump Peringatkan Pebisnis
Trump memutuskan menarik AS keluar dari perjanjian, yang menolak permintaan dari negara-negara Eropa lainnya, termasuk Rusia dan Cina.
Negara-negara Eropa, berharap untuk membujuk Iran untuk terus menghormati kesepakatan dan sebagai gantinya telah berjanji untuk mencoba mengurangi sanksi dan mendesak perusahaan Eropa untuk tidak mundur.
Namun perusahaan-perusahaan Eropa telah mundur dari Iran, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat mengambil risiko bisnis mereka dengan AS.
"Ini adalah sanksi paling menggigit yang pernah diberlakukan, dan pada November sanksi naik ke tingkat lain. Siapa pun yang berbisnis dengan Iran tidak akan berbisnis dengan Amerika Serikat. Saya meminta perdamaian dunia, tidak kurang!" kicau Trump pada Selasa 7 Agustus.
The Iran sanctions have officially been cast. These are the most biting sanctions ever imposed, and in November they ratchet up to yet another level. Anyone doing business with Iran will NOT be doing business with the United States. I am asking for WORLD PEACE, nothing less!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 7, 2018
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengkritik kicauan Trump sebagai klise dan mencela unilateralisme AS.
"Dan ini bukan pertama kalinya seorang penggemar perang mengklaim dia mengobarkan perang untuk 'perdamaian dunia'," ujar Zarif.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton, mengatakan bahwa satu-satunya kesempatan bagi Iran untuk melepaskan sanksi adalah dengan mengambil tawaran untuk bernegosiasi dengan Trump untuk kesepakatan yang lebih ketat.
“Jika para pengikut Ayatollah ingin lepas dari bawah tekanan, mereka harus datang dan duduk. Tekanan tidak akan berhenti ketika negosiasi berlangsung," kata Bolton.
Pada Selasa 8 Agustus, Bolton mengatakan sanksi sudah diberlakukan untuk perusahaan-perusahaan Eropa, "Pemerintah Eropa masih berpegang pada kesepakatan nuklir, tetapi jujur bisnis mereka berasal dari perusahaan-perusahaan yang secepat mungkin akan mendapat efek dari sanksi Amerika Serikat yang terus berlanjut."
Baca: Embargo Ekonomi Iran Diperketat, Amerika Serikat Ajak Dialog
Beberapa perusahaan Amerika Serikat melakukan banyak bisnis di Iran sehingga dampak sanksi terutama berasal dari kemampuan AS untuk memblokir perusahaan-perusahaan Eropa dan Asia untuk berbisnis di Iran.
Di antara perusahaan-perusahaan besar Eropa yang menunda rencana untuk berinvestasi di Iran adalah perusahaan minyak utama Total dari Prancis dan pembuat mobil besar PSA dan Renault.
"Kami telah menghentikan kegiatan kami yang sudah terbatas di Iran sesuai dengan sanksi yang berlaku", kata produsen mobil dan truk Jerman, Daimler.
Dilansir dari Associted Press, pada Selasa 8 Agustus Daimler AG mengatakan pihaknya menangguhkan kegiatan di Iran dan menutup kantor perwakilan. sementara perusahaan Eropa lain yang telah menyadari Trump akan manjatuhkan sanksi lebih berat usai AS mundur dari kesepakatan nuklir, telah mengambil langkah lebih awal. Airbus pada waktu itu menangguhkan pengiriman pesawat ke Iran. Dari 98 pesanan, hanya satu A321 yang dikirimkan, ditambah dua A330 yang dijual ke perusahaan yang menyewanya kepada klien Iran.
Baca: AS Jatuhkan Sanksi Ekonomi ke Iran Hari Ini, Rouhani Melunak
Karena ketidakpastian atas kesepakatan nuklir Iran muncul setelah Trump memasuki Gedung Putih, ekonomi Iran sudah menukik. Tingkat inflasi bulanan negara telah mencapai dua digit dan tingkat pengangguran nasional Iran mencapai 12,5 persen. Di antara kaum muda, bahkan lebih buruk lagi, dengan sekitar 25 persen menganggur.
Mata uang Iran, rial, sekarang diperdagangkan lebih dari dua kali lipat dari kurs yang ditetapkan pemerintah terhadap dolar AS. Berupaya membendung kerugian, pemerintah Iran lima bulan lalu menutup semua toko pertukaran mata uang pribadi, tetapi pasar gelap telah berkembang pesat.