TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump menegaskan, siapa saja yang menjalankan bisnis dengan Iran tidak akan berbisnis dengan Amerika Serikat. Penegasan Trump ini sehubungan dengan jatuhnya sanksi ekonomi ke Iran oleh Amerika Serikat pada hari Selasa, 7 Agustus 2018.
"Saya mengatakan demi Perdamaian Dunia, hanya itu!" kata Trump lewat tweet-nya, seperti dikutip dari CNN.
Baca: AS Jatuhkan Sanksi Ekonomi ke Iran Hari Ini, Rouhani Melunak
Menurut Trump, sanksi ekonomi terhadap Iran yang hari ini dijatuhkan merupakan yang paling berat dari yang pernah diberlakukan. Sanksi ini akan ditambah lagi pada November mendatang jika Iran tetap tidak mau kembali ke meja perundingan untuk membahas penghapusan program senjata nuklir Iran.
Sanksi AS pada November mendatang akan berdampak pada minyak dan gas Iran. Melemahnya nilai mata uang Iran, rial, sejak Trump mengumumkan AS menarik diri dari kesepakatan nuklir pada Mei 2015 akan menjadi indikator ekonomi terbaik atas turbulusensi ke depan.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani. AP Photo/Evan Vucci, Iranian Presidency Office via AP
Baca: Iran: Mau Berunding, Donald Trump Harus Ikut Perjanjian Nuklir
Dampak lain dari sanksi ekonomi AS adalah Iran akan kesulitan uang asing. Bank Sentral AS akan memblokir upaya gubernur bank sentral Teheran yang ingin memulihkan ekspor dan impor Iran.
Iran diperkirakan akan kesulitan mengakses bahan dasar dan peralatan esensial sehubungan terbatasnya persediaan baja, aluminium dan sektor auto lainnya akibat sanksi ekonomi AS.
Masalah di dalam negeri akan menambah beban Iran semakin berat. Nilai mata uang rial yang kolaps, meningkatnya jumlah pengangguran khususnya di antaranya kalangan anak muda, naiknya angka inflasi karena biaya impor produk, dan ketiadaan investasi di bidang infrastruktur selama bertahun-tahun membuat kekurangan air dan listrik.
Baca: Donald Trump Ingin Bertemu Presiden Iran Tanpa Syarat
Akhir pekan lalu unjuk rasa di Teheran, ibukota Iran dan di seantero negeri mempersoalkan beratnya situasi ekonomi akhir-akhir ini. Spanduk-spanduk digelar menuntut mundurnya pemerintah yang dituding diktator.
CNN | REUTERS