Israel Membangun 400 Rumah Baru di Tepi Barat Palestina
Reporter
Non Koresponden
Editor
Choirul Aminuddin
Jumat, 27 Juli 2018 19:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman, mengumumkan akan membangun 400 rumah baru di daerah pendudukan Tepi Barat, Palestina, setelah warga Israel yang tinggal di daerah itu tewas dan dua lainnya luka-luka akibat serangan belati.
Lieberman mengatakan melalui akun Twitter pada Jumat, 27 Juli 2018, pembangunan rumah baru akan menjadi jawaban terbaik atas pembunuhan Yotam Ovadia, 31 tahun, oleh seorang remaja Palestina di daerah pendudukan Geva Binyamin, Adam, semalam.
Baca: Israel Setujui Pembangunan 1.000 Rumah di Tanah Palestina
Pembangunan perumahan di daerah pendudukan Tepi Barat dianggap ilegal karena melanggar hukum internasional.
Beberapa warga Palestina mengatakan kepada Al Jazeera, melanjutkan pembangunan permukiman ilegal di tanah mereka akan menghancurkan masa depan negara Palestina meliputi wilayah daerah pendudukan Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara yang dicaplok sejak perang 1967.
Menurut Militer Israel kepada media, pembunuhan itu dilakukan oleh remaja berusia 17 tahun bernama Ahmad Tareq Youssef Abu Ayyush. Dia menyelinap ke dalam permukiman warga di daerah berjarak 20 kilometer sebelah timur Yerusalem pada Kamis petang, 26 Juli 2018, sebelum memasuki sebuah rumah dan menusuk tiga orang.
"Abu Ayyush berasal dari desa Kobar, Palestina. Dia ditembak dan tewas di tempat," ujar sumber militer Israel.
Baca: Israel Umumkan Rencana Pembangunan 560 Rumah di Tepi Barat
Sebuah organisasi pemerhati permukiman ilegal, Peace Now, mengatakan, dalam waktu satu setengah tahun sejak Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat, Israel telah membangun lebih dari 14 ribu unit rumah baru di daerah pendudukan Tepi Barat. "Jumlah ini meningkat tiga kali lipat dari satu setengah tahun sebelum Trump dilantik."
Catatan Middle East Monitor menyebutkan, sejak daerah pendudukan Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur dikuasai pada 1967, Israel telah memindahkan 500 ribu hingga 600 ribu warganya ke wilayah Palestina. "Pemindahan ini melanggar hukum internasional."