Langgar Sanksi, Diam-diam Kim Jong Un Ekspor Batubara ke Rusia
Reporter
Yon Yoseph
Editor
Budi Riza
Jumat, 26 Januari 2018 16:19 WIB
TEMPO.CO, Pyongyang - Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, ternyata telah mengekspor batubara ke Rusia, yang kemudian didistribusikan ke Korea Selatan dan Jepang.
Kegiatan yang melanggar saksi Dewan Keamanan PBB itu dilaporkan berlangsung selama Agustus 2017 berdasarkan bocoran dari 3 sumber intelijen Eropa Barat.
Baca: Kissinger Tolak Opsi Militer Atas Kim Jong Un Tapi Tekan Terus
Seperti dilansir Reuters, Jumat, 26 Januari 2018, Dewan Keamanan PBB melarang ekspor batubara Korea Utara pada 5 Agustus lalu dengan sanksi yang dimaksudkan untuk memotong sumber penting mata uang asing Pyongyang, yang sangat diperlukan untuk mendanai senjata nuklir dan program rudal jarak jauhnya.
Baca: Kim Jong Un Kebut Nuklir, Tak Mau Seperti Saddam dan Gaddafi
Namun negara komunis itu setidaknya telah tiga kali mengirimkan batubara ke pelabuhan Nakhodka dan Kholmsk di Rusia. Komoditas strategis ini diturunkan di dermaga dan dimuat kembali ke kapal, yang membawanya ke Korea Selatan atau Jepang.
Sumber pengiriman Barat mengatakan secara terpisah bahwa beberapa kargo itu mencapai Jepang dan Korea Selatan pada Oktober 2017. Sebuah sumber keamanan Amerika Serikat juga mengkonfirmasi perdagangan batubara melalui Rusia dan mengatakan hal itu terus berlanjut.
"Pelabuhan Nakhodka Rusia menjadi pusat transit untuk batubara Korea Utara," kata salah satu sumber keamanan Eropa, yang meminta namanya dirahasiakan.
Dua dari tiga sumber itu menekankan transaksi itu jelas-jelas melanggar sanksi PBB, yang juga telah disepakati Rusia.
Sumber-sumber intelijen Eropa Barat itu juga mengungkapkan ada 2 jalur terpisah untuk pengiriman batubara ke Rusia.
Pertama melalui Nakhodka, sekitar 85 km timur kota Vladivostok, Rusia. Salah satu kapal yang menggunakan rute ini adalah Jian Fu, yang berlayar dari Nampo di Korea Utara pada 3 Agustus.
Kapal itu telah mematikan pemancar pelacaknya dari 24 Juli sampai 2 Agustus 2017, saat berada di laut lepas, menurut data pelacakan kapal yang tersedia untuk umum. Di bawah konvensi maritim, ini adalah praktik yang dapat diterima atas pertimbangan kapten kapal.
Kapal lain tiba di tempat yang sama pada 16 Agustus 2017, memuat 20.500 ton batu bara dan menuju ke pelabuhan Ulsan di Korea Selatan pada 24 Agustus.
Rute kedua membawa batu bara melalui Kholmsk di pulau Sakhalin, Pasifik Pasifik, utara Jepang.
Setidaknya dua kapal Korea Utara menurunkan muatan batubara di sebuah dermaga di pelabuhan Kholmsk pada Agustus dan September 2017 setelah tiba dari pelabuhan Wonsan dan Taean di Korea Utara.
Kapal Rung Ra 2 merapat di Kholmsk tiga kali antara 1 Agustus dan 12 September 2017, membongkar total 15.542 ton batubara, sementara kapal Ul Ji Bong 6 menurunkan total 1.068 ton batubara pada 3 Agustus dan antara 1 dan 8 September 2017.
Seperti dilansir Reuters pada 26 Januari 2018, data perjalanan kapal berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Rusia untuk Kontrol Pelabuhan Negara Bagian.
Untuk mengelabui sanksi PBB, batubara dimuat oleh kapal yang dioperasikan oleh Cina.
Jurnalis Reuters telah melihat dokumen kontrol pelabuhan, yang menyatakan tujuan batubara sebagai Korea Utara. Namun kapal-kapal yang memuat batubara Korea Utara itu berlayar ke pelabuhan Pohang dan Incheon di Korea Selatan, menurut data pelacakan kapal menunjukkan.
kementerian Keuangan AS, pada Rabu memasukkan pemilik kapal Ul Ji Bong 6 di bawah sanksi karena menyerahkan batubara Korea Utara ke Kholmsk setelah sanksi diberlakukan. Tidak jelas perusahaan mana yang mendapatkan keuntungan dari pengiriman batubara itu.
Ekspor batubara Korea Utara pada awalnya ditutup berdasarkan resolusi Dewan Keamanan 2016, yang mewajibkan negara-negara untuk melaporkan impor batubara bulanan dari Korea Utara ke komite sanksi dewan itu dalam waktu 30 hari setelah akhir bulan.
Korea Utara telah menolak untuk melepaskan pengembangan rudal nuklir yang mampu memukul Amerika Serikat. Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengatakan sanksi tersebut melanggar kedaulatannya dan menuduh Amerika Serikat ingin mengisolasi, menahan dan menginvasi Korea Utara.