TEMPO.CO, Jakarta -- Tiga diplomat ulung AS seperti mantan Menteri Luar Negeri, Henry Kissinger, berbicara mengenai ancaman nuklir pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, yang dinilai sebagai ancaman utama global saat ini.
Kissinger mengatakan Korea Utara mengembangkan senjata nuklir untuk memastikan keselamatan rezim yang berkuasa saat ini. Sehingga, mereka berpandangan menyerahkan senjata nuklir ini kepada pihak ketiga sama saja dengan bunuh diri.
Baca: Direktur CIA Pompeo Sebut Nuklir Kim Jong Un untuk Koersi
"Sebuah kondisi yang sebelumnya dianggap sebagai hal yang tidak bisa diterima sekarang menjadi nyaris tidak bisa lagi dibalikkan," kata Kissinger, 94, yang berbicara di hadapan Komite Layanan Bersenjata Senat AS (Senate Armed Services Committee), Kamis, 25 Januari 2018, seperti dilansir media Japan Times.
Baca: Kim Jong Un Kebut Nuklir, Tak Mau Seperti Saddam dan Gaddafi
Selain Kissinger juga ada mantan Menlu George Shultz, 97, dan bekas Wamenlu, Richard Armitage, 72.
Mantan Sekretaris Negara Henry Kissinger (kiri) berbicara dalam sidang Komite Senat Angkatan Bersenjata di Capitol Hill di Washington, 25 Januari 2018. AP Photo
Kissinger melanjutkan seperti dilansir media Express,"Ancaman paling utama dan paling dekat saat ini bagi keamanan internasional adalah evolusi program nuklir Korea Utara." Menurut dia, ini merupakan kondisi yang belum pernah ada sebelumnya (unprecedented scenario).
Jika AS gagal menutup program nuklir Korea Utara maka ini akan memicu perlombaan senjata nuklir di Asia. "Denuklirisasi Korea Utara harus menjadi tujuan fundamental.. Jika ini tidak tercapai maka kita harus bersiap menghadapi proliferasi senjata nuklir ke negara-negara lain," kata dia. Kissinger menyebut Iran, yang juga dilihat sebagai ancaman karena mengembangkan teknologi senjata nuklir.
Kissinger meyakini jalan terbaik untuk denuklirisasi ini adalah dengan mengaktifkan kembali mediasi enam pihak atau membuat dua forum terpisah yaitu Cina dan AS. "Langkah untuk denuklirisasi penuh menjadi bagian dari proses negoisasi," kata dia. "Ini menjadi bagian dari tujuan utama yaitu perlucutan senjata Pyongyang."
Kissinger mengatakan pemerintah AS melakukan kesalahan dengan membiarkan Korea Utara mendapatkan waktu untuk mengembangkan senjata. Kesalahan ini tidak boleh diulang.
Dia juga mengkritik, seperti dilansir Asia Times, mekanisme freeze-for-freeze yaitu Korea Utara menghentikan semua program nuklir dan imbalannya AS serta Korea Selatan menghentikan semua program latihan perangnya.
Kissinger, menurut Japan Times, memperingatkan konfrontasi militer tidak bisa menjadi solusi namun dia mendukung tekanan terus menerus terhadap Pyongyang.
Sedangkan Armitage mengkritik Presiden Donald Trump dalam mengatasi ancaman global saat ini. "Sayangnya kurangnya konsistensi dari kebijakan luar negeri pemerintah AS menciptakan ketidakpastian soal peran Amerika di pentas dunia," kata Armitage. "Kita mulai melihat tanda-tanda mengkhawatirkan hilangnya kepemimpinan Amerika."
Sedangkan Shultz mengkritik upaya untuk membuat senjata berbahaya dalam ukuran mini dan otomatis (miniaturize and automate dangerous weaponry) justru bisa berujung kekacauan (chaos). "Ini artinya, Anda memiliki senjata berbahaya yang kecil dan murah menggantikan senjata yang besar dan mahal harganya," kata dia.
Teknologi senjata berbahaya berukuran mini sekarang menjadi komponen kunci dari pengembangan berbagai senjata Rusia dan Amerika dalam memodernisasi sistem persenjataannya.
Pentagon bakal segera mengumumkan kebijakan baru pada pekan depan yang salah satu poinnya menjabarkan pengembangan senjata nuklir untuk medan pertempuran dan bukannya untuk menghancurkan satu kota.
Shultz juga mengulangi lagi sikapnya mendukung eliminasi semua jenis senjata nuklir. Dia menilai bom taktis nuklir mini hanyalah angan belaka. Penggunaan senjata nuklir mini hanya akan memicu dengan cepat eskalasi bencana nuklir.
"Ini mengkhawatirkan, ada pandangan bahwa kita bisa mengembangkan senjata nuklir mini.. bahwa itu entah bagaimana bisa digunakan." Dia juga menyoroti ancaman senjata nuklilr Kim Jong Un dari Korea Utara.