Pengungsi Rohingya Dipulangkan ke Myanmar Mulai 23 Januari 2018
Reporter
Terjemahan
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 16 Januari 2018 18:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Bangladesh dan Myanmar sepakat pemulangan pengungsi Rohingya dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun, terhitung mulai 23 Januari 2018.
Kesepakatan kedua negara bertetangga ini disampaikan lewat pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Bangladesh, seperti dikutip dari Reuters, 16 Januari 2018.
Baca: UNHCR: Rakhine Belum Aman, Rohingya Belum Boleh Dipulangkan
Myanmar, menurut pernyataan itu, akan menyediakan tempat tinggal sementara bagi pengungsi Rohingya yang pulang sebelum ruamh mereka dibangun kembali.
Bangladesh akan mendirikan lima kamp transit dalam proses pemulangan pengungsi Rohingya dengan dua pusat penerimaan di lahan Myanmar yang terletak di perbatasan Bangladesh.
"Myanmar telah menegaskan kembali komitmennya untuk menghentikan warga Myanmar masuk ke Bangladesh," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Bangladesh itu.
Baca: 15 LSM Global Boikot Kamp Pengungsi untuk Rohingya di Myanmar
Pemulangan kembali juga diberlakukan bagi anak yatim piatu dan anak-anak yang lahir akibat kejahatan pemerkosaan.
Myanmar belum memberikan pernyataan apapun mengenai hasil pertemuan yang rampung pada 16 Januari 2018.
Direktur Jenderal Kementerian Kesejahteraan Sosial, Pemulihan dan Pemulangan Myanmar, Ko Ko Naing menjelaskan melalui telepon kepada Reuters bahwa dalam pertemuan yang diadakan di Naypyitaw, ibukota Myanmar, 16 Januari 2018, pihak Myanmar telah meneken kesepakatan dengan Bangladesh mengenai proses pemulangan yang dimulai 23 Januari 2018.
Pejabat di Kementerian Tenaga kerja, Imigrasi dan Populasi, Myint Kyaing menjelaskan, Myanmar akan memulai proses pemulangan dengan sedikitnya 150 orang lewat dua kamps pada 23 Januari mendatang.
Baca: MSF: 6.700 Rohingya Tewas di Myanmar
Sejumlah aktivis kemanusiaan meragukan proses repatriasi ini. Mereka mengkhawatirkan keselamatan para pengungsi Rohingya di dua kamp yang akan dibangun Myanmar karena kondisinya dianggap seperti penjara ketimbang rumah penampungan.
Selain itu, pihak militer Myanmar dirucigai akan melakukan tekanan kepada para pengungsi Rohingya. Pengungsi Rohingya tidak mempercayai militer Myanmar dan lebih memilih tetap tinggal di kamp pengungsi di Bangladesh.
"Bahkan andaipun saya tidak makan atau yang lainnya di sini, setidaknya saya aman di sini. Saya tidak merasa akan jika saya kembali ke Myanmar," kata Rashid Ahmed, 33 pengungsi Rohingya.