TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah petisi yang meminta pengampunan untuk whistle blower badan intelijen Amerika Serikat, Edward Snowden, ditolak oleh pemerintah AS. Lebih dari 167 ribu orang menandatangani petisi--yang menyerukan agar Snowden diampuni--melalui website petisi resmi pemerintah, We the People.
Tapi pemerintah AS mengatakan tidak akan mengikuti seruan itu dan mendesak Snowden agar kembali ke Amerika dan mempertanggungjawabkan perbuatannya serta bersedia untuk dinilai oleh juri di pengadilan.
Snowden mengungkap informasi rahasia soal meluasnya pengawasan di Internet dan telepon oleh intelijen AS. Ia adalah mantan karyawan badan intelijen sinyal AS, National Security Agency (NSA) dan Central Intelligence Agency (CIA) pada 2013. Informasi yang berasal dari dokumen rahasia itu kemudian diterbitkan di surat kabar nasional di Inggris dan Amerika.
Pada Juni tahun itu, pemerintah AS mendakwa Snowden dengan sejumlah pasal: pencurian properti pemerintah, komunikasi yang tidak sah atas informasi pertahanan nasional, dan komunikasi yang disengaja atas komunikasi intelijen yang dirahasiakan. Setiap dakwaan itu membawa hukuman penjara maksimum 10 tahun.
Snowden lantas meninggalkan Hawaii, di mana ia tinggal dengan pacarnya pada waktu itu, dan terbang ke Hong Kong, sebelum melakukan perjalanan ke Moskow, Rusia. Ia kini masih berada di Rusia, negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan AS.
Pemerintah AS disyaratkan menanggapi petisi yang menerima lebih dari 100 ribu tanda tangan. Dalam sebuah pernyataan, Lisa Monaco, Penasihat Presiden bidang Keamanan Dalam Negeri dan Terorisme, mengatakan, Snowden tidak akan dibebaskan dari dakwaan yang ia hadapi dan harus berhenti bersembunyi "di balik perlindungan rezim otoriter".
"Keputusan berbahaya Snowden untuk mencuri dan mengungkap informasi rahasia memiliki konsekuensi berat bagi keamanan negara kita dan orang-orang yang bekerja hari demi hari untuk melindunginya," kata Monaco. "Saat ini dia melarikan diri dari konsekuensi perbuatannya," dia menambahkan.
Monaco mengatakan Presiden Barack Obama telah memperkenalkan reformasi intelijen yang berusaha untuk mengatasi keseimbangan "bagaimana melindungi diri dan mempertahankan kepemimpinan kami di dunia, sementara pada saat yang sama menjunjung tinggi kebebasan sipil dan perlindungan privasi."
INDEPENDENT.CO.UK | ABDUL MANAN