TEMPO.CO, Washington - Pemimpin Partai Republik di Kongres Amerika Serikat, Darrell Issa, menduga agen Secret Service yang menggunakan jasa prostitusi bukan yang pertama. "Penyidik harus mampu menguak, seberapa sering hal ini terjadi sebelumnya," katanya.
Berbicara dalam acara Face the Nation di stasiun CBS, Issa juga mengatakan agen yang terlibat prostitusi saat bertugas mengamankan presiden di Kolombia lebih banyak dari angka resmi yang dirilis. Seperti diberitakan sebelumnya, ke-11 pengawal Obama ini dipulangkan setelah mereka ketahuan membawa pekerja seks komersial ke kamar hotelnya.
Agen Secret Service tugasnya adalah melindungi presiden dan anggota kabinet lainnya selama kunjungannya ke luar negeri. Mereka berada di Kolombia untuk menyiapkan pengamanan Obama yang akan menghadiri KTT 33 negara Amerika dan berada di negara itu hingga Minggu.
Issa, seorang kritikus vokal pemerintahan Obama, mengatakan ia belum memutuskan apakah akan mengadakan dengar pendapat terkait skandal itu.
"Penyelidikan nanti bukan hanya tentang 11 sampai 20 atau lebih yang terlibat, maka akan tentang bagaimana hal ini terjadi dan seberapa sering hal ini terjadi sebelumnya," kata Issa kepada CBS. "Hal seperti ini tidak terjadi jika mereka tidak pernah melakukan sebelumnya."
Secret Service tidak memberikan rincian tentang apa yang terjadi di Cartagena, sebuah kota pantai lokasi KTT itu. Mereka hanya menyatakan ke-11 agen telah dibebastugaskan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Lima prajurit militer, yang ditugaskan untuk mendukung Secret Service selama kunjungan Obama, juga telah terlibat dalam insiden itu.
Issa mengatakan insiden seperti ini bisa menimbulkan bahaya kepada presiden. Namun ia lebih menyoroti kinerja Secret Service. "Ini bukan tentang apakah presiden berada dalam bahaya saat ini. Ini adalah soal apakah Anda perlu membuat perubahan sehingga orang Amerika dapat memiliki keyakinan terhadap badan tersebut," katanya.
TRIP B | REUTERS
Berita terkait
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
7 Februari 2021
Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.
Baca SelengkapnyaOrient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
6 Februari 2021
Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020
Baca SelengkapnyaTidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat
4 Februari 2021
Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge
3 Februari 2021
Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.
Baca SelengkapnyaKrisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan
3 Februari 2021
Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah
30 Januari 2021
Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.
Baca SelengkapnyaTutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol
30 Januari 2021
Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaJenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran
27 Januari 2021
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran
Baca Selengkapnya