TEMPO.CO, Washingto- Satu dokumen draf keputusan presiden beredar di kalangan media di Amerika Serikat yang isinya memuat rencana Presiden Donald Trump untuk membuka kembali penjara rahasia (black site) CIA untuk tersangka teroris di luar negeri termasuk di Guantanamo, Kuba. Draf ini juga memuat penggunaan kembali cara-cara penyiksaan keji terhadap tersangka teroris.
Dokumen draf keputusan presiden yang diperoleh The Washington Post dan dipublikasikan pada 25 Januari 2017, akan mencabut keputusan mantan presiden Barack Obama yang mengakhiri program CIA seperti penggunaan penjara rahasia dan Guantanamo maupun metode penyiksaan yang keji dan melanggar hak asasi manusia.
Berita terkait:
Trump: Tak Ada Tahanan Guantanamo Bebas di Era Saya
Lebih rinci, dalam draf yang belum ditandatangani itu terdapat sejumlah koreksian, akan memperbaharui pusat tahanan militer di Guantanamo Bay di Kuba untuk digunakan sebagai penjara bagi sejumlah tahanan baru.
Sejak Obama berkuasa tahun 2009, tidak ada satupun tahanan dikirim ke Guantanamo. Saat ini tinggal sekitar 40 tahanan yang dibui di Guantanamo.
Dokumen draft keputusan eksekutif ini kemudian memerintahkan para pejabat keamanan nasional untuk "memberi rekomendasi kepada presiden apakah menggagas kembali program interogasi terhadap teroris dilakukan di luar AS atau apakah program ini seharusnya juga menggunakan fasilitas ruang tahanan yang dioperasikan Badan Intelijen Pusat (CIA)."
Menanggapi beredarnya dokumen itu, pihak Gedung Putih maupun Pentagon belum memberikan tanggapan.
Adapun Senator dari partai Republik, Joh McCain mengatakan AS tunduk pada hukum dan tidak akan mengembalikan praktek penyiksaan.
"Presiden dapat menandatangani keputusan apa saja yang dia suka. Namun hukum adalah hukum. Kita tidak akan membawa pulang praktek penyiksaan ke dalam Amerika Serikat," kata McCain yang pernah ditangkap semasa Perang Vietnam.
WASHINGTON POST | CHANNEL NEWS ASIA | MARIA RITA