TEMPO.CO, CHARLESTON— Dylann Roof, 22 tahun, divonis mati karena membunuh sembilan jemaat gereja kulit hitam di Charleston, South Carolina, Amerika Serikat, hampir 19 bulan lalu.
Seperti dilansir ABC, Rabu 11 Januari 2017, keputusan juri ini diambil setelah berunding selama tiga jam dan secara aklamasi menyusul pernyataan Roof dalam kesaksian sebelumnya. “Saya akan melakukannya lagi.”
Setelah keputusan dibacakan, Roof yang juga teroris kulit putih ini meminta pengacara baru dan persidangan ulang.
Hakim Richard Gergel yang akan membacakan putusannya pada hari ini, meminta Roof untuk mempertimbangkan keputusannya semalam.
Kementerian Hukum menyatakan bahwa vonis mati ini merupakan yang pertama untuk kejahatan karena kebencian di Amerika Serikat.
Melvin Graham, saudara lelaki salah satu korban, Cynthia Hurd, menyambut baik vonis ini. “Hari ini saudari saya memperoleh keadilan.”
Graham mengatakan mendukung vonis mati untuk kasus ini. “Roof membunuh sembilan nyawa tanpa menyesal.”
Adapun keluarga Roof menyatakan tetap mencintai anak mereka, meski, “Kami berusaha memahami mengapa ia melakukan tindakan yang menyebabkan duka bagi banyak orang.”
Menanggapi putusan ini, Jaksa Agung Loretta Lynch mengatakan, “Putusan ini tidak akan mengembalikan korban tewas di Gereja Emmanuel. Tetapi kami berharap vonis ini memberi penutup terbaik bagi masyarakat Charleston dan negara kita.”
Pembantaian di Gereja Emmanuel AME pada 17 Juni 2015 membuat publik Amerika terenyak.
Kasus ini juga memicu perdebatan soal bedenra Konfederasi, yang muncul dalam postingan foto-foto Roof sebelum penembakan.
Bendera yang mewakili negara bagian pendukung perbudakan ini akhirnya disingkirkan dari Gedung Parlemen South Carolina setelah lima dekade berkibar.
BBC | ABC | SITA PLANASARI AQUADINI