TEMPO.CO, Kairo - Lebih dari setahun dipenjara, jurnalis Al-Jazeera, Peter Greste, 49 tahun, akhirnya dibebaskan dan dideportasi pada Ahad, 1 Februari 2015. Gresta langsung terbang ke Cyprus. Adapun dua jurnalis Al-Jazeera lainnya masih mendekam di penjara.
Greste, warga Australia, bersama dua rekannya, Mohammed Fahmy dan Baher Mohammed, ditangkap aparat militer Mesir pada Desember 2013. Mereka meliput aksi kekerasan yang terjadi saat kelompok pendukung Mohammed Morsi, Presiden Mesir saat itu, menggelar demonstrasi menentang rezim militer Mesir. (Baca: Al-Jazeera Desak Mesir Bebaskan Jurnalisnya)
Aparat Mesir menuding mereka mendukung Ikhwanul Muslimin, kelompok pendukung Morsi melalui liputannya. Mesir kemudian mengumumkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris.
Namun di persidangan, ketiganya membantah semua dakwaan. Mereka menegaskan saat itu mereka melakukan liputan jurnalistik.
Pembebasan Greste mengejutkan rekan-rekan kerjanya dan para aktivis kemerdekaan pers yang berbulan-bulan berjuang mendukung ketiga jurnalis yang berkantor di Doha, Qatar, tersebut. "Sulit untuk dipercaya tapi YES Peter Greste sekarang bebas," kata Andrew, saudara Greste, lewat akun Twitter-nya. (Baca: Mesir Didesak Bebaskan Wartawan Al Jazeera)
Istri Mohammed, Jehane, menuntut agar suaminya dan satu jurnalis Al-Jazeera lainnya juga segera dibebaskan. Ia kemudian mempertanyakan apakah pembebasan itu karena kewarganegaraan mereka. "Atau ini mengenai orang asing dan orang Mesir?" ujarnya. Kedua jurnalis lainnya memang warga Mesir.
Dilansir Foxnews, 1 Februari 2015, pembebasan Greste diduga karena mencairnya kebekuan hubungan Mesir dan Qatar saat ini. Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi menyetujui pembebasan Greste. Menteri Dalam Negeri Mesir mengatakan pembebasan jurnalis Al-Jazeera itu sehubungan pemberlakuan undang-undang deportasi yang baru disahkan tahun lalu.
FOX NEWS | MARIA RITA
Baca juga: