TEMPO.CO, Manila – Ketua Komisi Hak Asasi Manusia, Jose Luis Martin Chito Gascon, mengatakan akan mengajukan gugatan hukum atas pemotongan anggaran besar-besaran lembaga itu oleh parlemen Filipina kepada Mahkamah Agung negara itu.
Chito menyebut tindakan pengurangan anggaran untuk tahun depan itu sebagai tindakan balas dendam para pendukung Presiden Rodrigo Duterte. Ini karena Komnas HAM telah mengkritik tindakan kejam pemerintah Duterte yang melakukan pembunuhan massal terhadap para pengedar narkoba di negara itu. Sekitar 3800 orang yang diduga pengedar narkoba level bawah telah tewas di tembak polisi.
Baca: Filipina Umumkan Presiden Duterte Masih Hidup dan Sehat
Chito mengatakan pengurangan anggaran itu juga merupakan upaya parlemen dan pemerintah untuk membuatnya mengundurkan diri dari posisinya.”Ini alasan prinsip mengapa saya tidak bisa mengundurkan diri dari posisi saya karena hanya akan memperlemah lembaga ini. Meminta saya mengundurkan diri sama saja membuat lembaga ini berada dalam kekuasaan politik,” kata Chito kepada pers, Kamis, 14 september 2017.
Baca: Militer Filipina: Militan ISIS di Marawi Menyamar Jadi Pengungsi
Seperti diberitakna, anggota parlemen Filipina setuju untuk mengurangi anggaran tahunan Komisi Hak Asasi Manusia. Lembaga yang ditugasi untuk mengawasi dan menyelidiki perang brutal negara itu terhadap pengedar obat-obatan terlarang hanya diberi anggaran sebesar US$ 20 atau sekitar Rp 260 ribu terhitung sejak awal tahun depan.
Pada tahun ini, Komnas HAM Filipina mendapat dana sekitar US&14,7 juta atau sekitar Rp195 miliar. Pada tahun depan, Komnas mengajukan anggaran menjadi dua kali lipat lebih yaitu US$ 34 juta atau sekitar Rp450 miliar.
Keputusan parlemen Filipina, yang diperoleh lewat voting 119 setuju dan 32 menolak, itu dinilai sebagai upaya untuk membekukan lembaga ini, yang telah gencar mengkritik cara keji Presiden Rodrigo Duterte dalam memerangi narkoba. Sekitar 3800 nyawa terduga pengedar narkoba telah melayang sejak Duterte memulai kampanye pemberantasan peredaran narkoba pada pertengahan tahun lalu.
Lembaga Human Rights Watch mengatakan pemotongan anggara besar-besaran ini bakal merusak akuntabilitas terhadap pengawasan pelanggaran hak asasi manusia di Filipina.
“Voting mayoritas yang mendukung pengurangan anggaran lembaga ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Duterte untuk mencegah pengawasan independen atas pelanggaran hak asasi manusia di Filipina. Khususnya dalam perang terhadap peredaran narkoba,” kata Phelim Kine, Wakil Direktur HRW.
Seperti dilansir Time pada 13 September 2017, 119 dari 151 anggota parlemen menyetujui keputusan soal besaran anggaran itu dan tinggal menunggu Senat untuk mengesahkannya sebelum diserahkan kepada Duterte untuk ditandatangani.
Langkah ini didukung pemerintah Presiden Rodrigo Duterte, yang partainya mengendalikan mayoritas suara di kedua majelis itu.
Komisi Hak Asasi Manusia, yang didirikan pada 1987 setelah digulingkannya diktator Ferdinand Marcos, sedang menghadapi berbagai tantangan cukup besar terhadap mandatnya.
Sementara itu, pemerintah juga berencana memangkas dana publik untuk rehabilitasi korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang menjadi US$ 45,23. hal itu bertentangan dengan pendekatan berbasis kesehatan masyarakat terhadap kecanduan obat-obatan yang diajukan oleh Wakil Presiden Leni Robredo.
DW|TIME|YON DEMA