TEMPO.CO, Yogyakart -Perwakilan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dari Indonesia Dinna Wisnu mengingatkan praktik perdagangan manusia saat ini dilakukan lewat jalur legal. Berrdasarkan data yang dihimpun AICHR, persentase praktik tersebut mencapai 85 persen dari total kasus perdagangan manusia di negara-negara ASEAN.
“Agen terdaftar belum tentu (korban) selamat. Mafia sudah menunggu di lokasi yang dianggap aman, seperti hotel dan bandara,” kata Dinna dalam diskusi publik bertema “The Politics of Producing Human Rights: Menelusuri Pendekatan HAM dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di ASEAN” di Ruang Seminar Timur Fakultas Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis, 31 Agustus 2017.
Baca: Selundupkan Warga Rohingya, Jenderal Thailand Dibui 27 Tahun
Tak hanya dibuat legal, korban perdagangan manusia yang menyasar anak dan perempuan itu dibuat tak berdaya karena memberikan persetujuan. Seperti persetujuan para korban untuk dipindahkan ke kota lain atau ke negara lain.
“Itu yang bikin publik dikelabui. Seolah-olah kejahatan terjadi karena korban dan pelaku sama-sama mau,” kata Dinna.
Akibatnya, adanya faktor persetujuan dari korban itu menjadikan tindakan tersebut bukan merupakan kejahatan. Meskipun secara jelas praktik perdagangan manusia atau Trafficking In Persons (TIP) tersebut memuat unsur-unsur penipuan, tindak kekerasan, intimidasi, penculikan, dan penyalahgunaan kekuasaan yang sengaja menyasar kerentanan individu.
“Ujungnya ada eksploitasi. Bukan dipekerjakan untuk kehidupan yang lebih baik sesuai janjinya,” kata Dinna.
Beberapa bentuk eksploitasi dalam perdagangan manusia, antara lain dipekerjakan tanpa diberikan upah. Apabila korban melarikan diri, upah pun hilang. Ada pula korban yang dieksploitasi secara seksual dan mengalami kekerasan fisik. Anak-anak korban perdagangan manusia biasanya diambil organ tubuhnya.
Baca: Perdagangan 5 Perempuan ke Malaysia, Begini Modusnya
“Ada perilaku perbudakan yang membuat korban kehilangan martabat dan kemerdekaannya,” kata Dinna.
Di kawasan ASEAN, AICHR dan ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC) telah bekerja untuk mengimplementasikan Convention Against Trafficking in Persons, khususnya bagi perempuan dan anak (ACTIP) yang ditandatangani pada 21 November 2015. Hanya saja, yang baru meratifikasinya antara lain Singapura, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Philipina.
“Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam belum,” kata Dinna.
Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development Mu’man Nuryana meminta kaum akademisi yang meliputi dosen dan mahasiswa ikut berperan dalam upaya pencegahan perdagangan manusia. “Pendidikan hak asasi manusia memerlukan peran kampus,” kata Mu’man.
PITO AGUSTIN RUDIANA