TEMPO.CO, Jakarta -Perdana Menteri Kerajaan Belanda Mark Rutte kembali berkunjung ke Indonesia. Seperti lawatan sebelumnya, tiga tahun lalu, Rutte kali ini juga membawa rombongan pengusaha lintas-sektor, dari industri maritim, infrastruktur, hingga minyak kelapa sawit.
Rutte, 49 tahun, merupakan pemimpin VVD, partai konservatif liberal yang pro-bisnis. Sejak berkuasa pada 2010, Rutte gencar menjalin kerja sama ekonomi, perdagangan, dan industri dengan berbagai negara, termasuk Indonesia. Ia juga dikenal sebagai pendukung kuat Uni Eropa, aliansi yang belum lama ini ditinggalkan Inggris lewat Brexit.
Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Rutte menuturkan pentingnya kerja sama dengan Indonesia. Ia juga menanggapi bangkitnya gerakan sayap kanan di Belanda, yang digaungkan politikus Geert Wilders, serta pemilihan umum 2017. Berikut petikan wawancaranya melalui surat elektronik.
Bagaimana Anda melihat hubungan Belanda dan Indonesia saat ini?
Kunjungan dalam beberapa tahun terakhir menggambarkan pentingnya hubungan baik Belanda dengan Indonesia. Kerja sama politik, perdagangan, dan investasi menjadi semakin sentral. Hubungan dekat pada masa lalu dan sekarang membentuk fondasi terbaik.
Tanggapan Anda tentang menguatnya gerakan sayap kanan pasca-Brexit?
Tidak hanya pemilih Inggris yang ragu akan kerja sama Eropa. Ada skeptisisme di negara-negara Uni Eropa lain. Ini tugas kami untuk mengatasi sentimen tersebut dan menunjukkan bahwa kerja sama Eropa dapat memberi manfaat. Bukan waktunya terjebak dalam pemikiran ekstrem tentang “supra-negara” melawan negara bangsa.
Baca Juga:
Di Belanda, Geert Wilders menyerukan agar keluar dari Uni Eropa. Ada kemungkinan terjadinya “Nexit” atau Netherlands Exit?
Saya menentang referendum seperti Brexit. Belanda adalah negara dengan ekonomi terbuka yang mendapat keuntungan besar dari pasar tunggal. Banyak pekerjaan di negara kami bergantung pada ekspor dan perdagangan. Keanggotaan Uni Eropa adalah untuk kepentingan Belanda. Ini membawa kemakmuran dan penting bagi Pelabuhan Rotterdam, Bandara Schiphol, dan perekonomian kami secara keseluruhan.
Menjelang pemilu pada Maret 2017, Geert Wilders tengah naik daun mengusung isu Eurosceptic dan anti-Islam. Tanggapan Anda?
Partai-partai politik di pusat kekuasaan perlu mawas diri. Fragmentasi politik adalah realitas hari ini. Kami harus menghadapinya. Kami harus membawa hasil nyata bagi masyarakat, misalnya lebih banyak pekerjaan dan pertumbuhan. Misalnya, pemerintah Belanda mampu menerapkan paket reformasi terbesar sejak Perang Dunia II, menghemat 51 miliar euro atau Rp 756 triliun.