TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini Presiden Joko Widodo mengikuti KTT ASEAN ke -29 di Vientiene, Laos, setelah mengikuti KTT ASEAN ke-28 pada hari sebelumnya. Belum diketahui apa saja isu yang akan disinggung dalam KTT hari ini, tapi pemerintah Indonesia memprediksi isu stabilitas kawasan akan menjadi perhatian utama.
"Isu yang dibahas dalam KTT itu umumnya mengenai isu stabilitas kawasan," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebagaimana dikutip dari siaran pers Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Rabu, 7 September 2016.
Retno melanjutkan, stabilitas kawasan menjadi hal yang paling mungkin dibahas karena dua alasan. Pertama, stabilitas di ASEAN merupakan kebanggaan dari negara-negara Asia Tenggara. Kedua, terdapat sejumlah isu perbatasan kawasan, yang beberapa bulan terakhir ini terjadi.
“Yang pertama, situasi di Laut Cina Selatan. Kemudian, yang kedua adalah situasi di Semenanjung Korea. Dan yang ketiga adalah situasi perairan di sekitar Sulu,” Retno menjelaskan.
Hal itu kemungkinan besar akan disinggung saat Presiden Joko Widodo mengikuti rangkaian KTT dengan sejumlah pemimpin negara lainnya siang ini. Agenda yang diikuti Presiden Joko Widodo adalah KTT ASEAN RRT ke-19, KTT ASEAN Jepang ke-19, KTT ASEAN Republik Korea ke-18, KTT ASEAN Plus Three (RRT, Jepang, Republik Korea) ke-19, KTT ASEAN Australia ke-2, serta KTT ASEAN PBB ke-8.
Sebelum berangkat ke Laos, Retno pernah menyampaikan bahwa isu Laut Cina Selatan menjadi hal yang hampir pasti disinggung dalam KTT ASEAN meski Indonesia tidak menyinggungnya secara langsung. Sebab, isu itu sudah berjalan cukup lama dan juga menjadi perhatian negara-negara ASEAN yang lain. Meski begitu, Retno memastikan Indonesia akan tetap berupaya menjaga hubungan baik dengan negara-negara yang saling klaim status di Laut Cina Selatan.
Salah satu negara yang "bersaing" dengan Indonesia terkait dengan Laut Cina Selatan adalah Cina sendiri. Cina meyakini daerah yang berbatasan dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Cina Selatan atau Perairan Natuna termasuk kawasan pemancingan tradisional sejak zaman nenek moyang mereka.
Namun Indonesia mengatakan bahwa hukum maritim internasional, seperti telah diputuskan Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag, Belanda, tidak pernah mengakui adanya kawasan pemancingan tradisional. Indonesia juga berencana memberikan nama baru untuk wilayah laut ini guna mencerminkan kepemilikan wilayah.
ISTMAN M.P.