TEMPO.CO, Jakarta - Omran Daqneesh, bocah Suriah berusia lima tahun terus menjadi buah bibir warga dunia. "Lihat baik-baik ke dalam matanya. Dia diam, tapi menceritakan banyak. Dari bawah reruntuhan #Aleppo hari ini," tulis pengguna Twitter bernama Luna Watfa.
Omran adalah satu dari lima anak yang terluka selama serangan udara yang dilakukan oleh pesawat tempur Rusia di Aleppo, Suriah pada Rabu, 17 Agustus 2016 malam. Serangan itu menewaskan delapan orang termasuk lima anak-anak.
Dia terkubur reruntuhan gedung. Tim relawan dari White Helmets berhasil menyelamatkannya. Omran tidak menangis, meski pelipisnya terluka dan tubuhnya tertutup debu.
Omran baru menyadari luka itu setelah tangan mungilnya menyeka dahinya. Begitu tegarnya, ia tidak mengeluh atau menangis, bocah itu hanya menggosokan tangganya yang terdapat noda darah dari wajahnya di kusrsi ambulans yang didudukinya.
Setelah itu dia mencoba melihat ke sekelilingnya seakan bingung dengan apa yang terjadi."Dia tidak mengeluhkan apa-apa kecuali untuk menanyakan orang tuanya. Setelah Omran melihat mereka dia mulai menangis, " kata Abu Rajab dari Suriah American Medical Society.
Operasi penyelamatan Omran direkam oleh Mahmoud Rislan, seorang fotografer. Foto dan video Omran yang duduk termangu di kursi belakang ambulans menjadi buah bibir warga dunia dan menyisakan kisah nyata memilukan dibaliknya.
Ini lima alasan mengapa foto dan bocah itu mengguncang dunia. Pertama, usia Omran Daqneesh yang masih bocah yakni lima tahun. Sejumlah pengguna Twitter mengaku anaknya juga berusia lima tahun dan ingin memeluk Omran.
Kedua, Omran adalah anak yang tegar. Dia tidak menangis meski pelipisnya berdarah. Seorang perawat yang merawat Omran di lokasi kejadian mengatakan bahwa tidak setetes air mata Omran jatuh hingga melihat ibu dan ayahnya yang juga selamat dari serangan. Mereka dibawa ke rumah sakit sesaat setelah kedatangannya.
Ketiga, Omran berhasil selamat dari gempuran pesawat Rusia. "Omran adalah salah satu yang beruntung karena begitu banyak anak-anak yang meninggal. Kita tidak bisa hanya bisa duduk terdiam. Negara-negara Barat benar-benar apatis," kata Dr David Nott, seorang ahli bedah Inggris yang secara bertugas di Aleppo.
Keempat, kesaksian Mahmoud Rislan yang merekam penyelamatan Omran. "Kami fotografer perang selalu menangis. Aku menangis berkali-kali saat merekam anak yang trauma itu. Semalam semua orang menangis," ungkap Rislan yang memfoto bocah Omran dan kemudian menjadi viral di media sosial di seluruh dunia.
Rislan mengaku bahwa Omran telah meluluhkan hatinya karena dia hanya berdiam diri tanpa mengeluh sakit dan menangis. Darah di kepalanya bercampur dengan debu dari reruntuhan bangunan. Omran mengingatkan dirinya pada puterinya yang baru berusia 7 hari, yang bisa saja mengalami hal serupa bila berada di Suriah.
Kelima, nasib yang dialami Omran mengingatkan warga dunia akan foto serupa yang menampilkan Alan Kurdi, bocah Suriah yang jasadnya ditemukan di pantai kota Turki. Kurdi tewas setelah kapal yang membawa dia dan keluarganya untuk mengungsi ke Eropa terbalik.
Foto mayat Alan Kurdi yang telungkup di pasir pantai Bodrum ramai dibagikan di media sosial. Beberapa pengguna media sosial menyalahkan Barat, terutama Amerika Serikat dan Rusia yang tidak mampu menghentikan konflik Suriah, bahkan malah memperparahnya.
Penderitaan bocah Omran menunjukkan bahwa bencana kemanusiaan terjadi di Suriah akibat perang sipil antara pemberontak dan pendukung Presiden Assad yang didukung Rusia sejak tahun 2013.
Awal pekan ini, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon memperingatkan bahwa bencana kemanusiaan telah terjadi di Aleppo. "Di Aleppo kita melihat bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam lebih dari lima tahun pertumpahan darah dan penderitaan dalam konflik Suriah," katanya.
Ban pun mendesak Rusia dan Amerika Serikat untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata di kota itu dan Suriah.
SYRIA CAMPAIGN | MIRROR | NY TIMES | YON DEMA